Senin, 08 Maret 2010

simbolisme batik

BATIK TUBAN SEBAGAI KHASANAH BUDAYA BANGSA
PERKEMBANGAN BENTUK RAGAM HIAS BATIK TUBAN

Suminto Fitriantoro, S.Pd

A. Abstrak

Batik sebagai wujud nyata seni rupa dengan latar belakang sejarah dan unsur budaya yang kuat dalam perkembangan kebudayaan bangsa Indonesia menjadi dasar identitas bangsa hingga saat ini yang menyangkut kebinekaan budaya Indonesia. Keindahan wastra batik dapat dilihat atas dua hal, keindahan secara visual yang dapat dilihat melalui ragam hias batik dan keindahan makna filosofi yang terkandung pada fungsi batik itu sendiri. Ragam hias batik bukan sekedar gambar yang ditempel, melainkan mampu memberikan nuansa keindahan.
Batik Tuban merupakan salah satu produk batik pesisir yang mempunyai bentuk ragam hias yang khas, yang berbeda dengan batik-batik pesisir lainnya. Tuntutan pasar dan pengaruh jaman membuat ragam hias asli batik Tuban tergeser oleh berbagai ragam hias dengan kreasi baru dan latar warna yang cerah. Hal ini membuat para pembatik Tuban melakukan perkembangan untuk menciptakan berbagai ragam hias baru untuk menjadikan ragam hias batik Tuban lebih bervariasi dan menarik.

Kata Kunci : Perkembangan, Ragam Hias, Batik

B. Pendahuluan
Seni batik merupakan bentuk seni budaya bangsa yang kaya dengan nilai-nilai estetis dan nilai filsafat yang mencerminkan nafas kehidupan manusia dan alam lingkungannya . Batik berkaitan dengan nilai dan simbol yang merupakan bagian dari warisan budaya. Batik dapat dikatakan sebagai bagian dari warisan budaya karena ada dua hal yang menjadi dasar utama, yang pertama, adanya suatu “kolektivitas” yang lebih luas yang dalam hal ini adalah masyarakat sebagai pewaris produk budaya tersebut secara kebendaan. Kedua, batik mempunyai makna filosofis, pandangan hidup, kearifan lokal dan sebagainya . Para pembatik menghasilkan rancangan batik melalui proses pengendapan diri, meditasi untuk mendapatkan bisikan-bisikan hati nuraninya, yang diibaratkan mendapatkan wahyu. Membatik bukan sekedar aktivitas fisik tetapi mempunyai dimensi ke dalaman, mengandung doa atau harapan dan pelajaran. Keindahan sehelai wastra batik mempunyai dua aspek, yaitu keindahan yang dapat dilihat secara kasat mata yang diwujudkan melalui ragam hias batik, keindahan semacam ini disebut sebagai keindahan visual yang diperoleh karena perpaduan yang harmoni dari susunan bentuk dan warna melalui penglihatan atau panca indera dan keindahan karena mempunyai makna filosofi atau disebut juga keindahan jiwa yang diperoleh karena susunan arti lambang ornamen-ornamennya yang membuat gambaran sesuai dengan faham kehidupan atau didasarkan pada fungsi batik.
Ragam hias batik hadir di tengah-tengah kehidupan masyarakat sebagai media ungkapan perasaan yang diwujudkan dalam bentuk visual, yang dari proses penciptanya tidak lepas dari pengaruh-pengaruh lingkungan sebagai pelengkap rasa estetika . Ragam hias pada suatu benda seni pada dasarnya sebagai pedandan (make-up) yang diterapkan guna mendapatkan keindahan dan kemolekan yang dipadukan. Hal itu berperan sebagai media untuk mempercantik benda pakai secara lahiriah, bahkan satu dua daripadanya memiliki nilai simbolik atau mengandung makna tertentu . Batik Tuban adalah salah satu produk batik pesisiran yang mempunyai ragam hias yang khas, yang tidak terdapat di daerah-daerah produksi batik lainnya. Ragam hias batik Tuban sering disebut sebagai ragam hias asli batik pesisir. Selain itu, batik Tuban juga disebut sebagai batik petani atau batik desa, karena sebagaian besar dibuat oleh masyarakat kalangan petani di pedesaan yang dijadikan sebagai pekerjaan sambilan .
Uswatun memaparkan bahwa, ragam hias batik Tuban mengalami perkembangan sekitar tahun 1980. Hal itu didasarkan atas dual hal, pertama, adanya tuntutan jaman dan permintaan pasar yang menyebabkan bentuk-bentuk ragam hias asli Tuban tidak menarik lagi dan kurang diminati oleh masyarakat. Kedua, adanya penyuluhan dan pelatihan tentang proses pewarnaan dari Dinas Perindustrian Kabupaten Tuban baik melalui Program Kesejahteraan Keluarga (PKK) maupun pengrajin secara langsung . Perkembangan bentuk ragam hias batik Tuban sebagai akibat dari adanya komunikasi atau hubungan antardaerah pembatikan . Masuknya motif-motif dari luar daerah tersebut pada batik Tuban bukan berarti menggeser atau menghilangkan motif khas Tuban, namun mampu menambah perbendaharaan eksistensi ragam hias batik Tuban menjadi beragam dan unik. Hail itu dikarenakan masyarakat Tuban sebagai bagian dari masyarakat Jawa memiliki karakteristik dan kepribadian untuk menyeleksi, memilah-milah pengaruh budaya luar lingkungannya untuk kemudian disaring dan disesuaikan dengan budaya masyarakat setempat yang telah ada yang disebut dengan local genious .

C. Sejarah Batik Indonesia
Pandangan pertama mengenai asal-usul batik berasal dari luar, yang dalam hal ini batik bukan asli kebudayaan Indonesia adalah pendapat dari G.P. Rouffaer memaparkan bahwa seni batik yang ada di Indonesia berasal dari India yang dibawa oleh orang-orang Kalingga-Koromandel (India) yang beragama Hindhu ke Jawa pada abad 4 M, sebagai akibat dari adanya kontak perdagangan . Perkembangan batik dari Kalingga- Koromandel berjalan sampai pada periode pengaruh Hindhu berakhir, yaitu pada jaman kerajaan Daha di Kediri . Sudarsono mengatakan bahwa warna batik klasik yang terdiri dari tiga warna (coklat identik dengan merah, biru identik dengan hitam dan kuning atau coklat muda identik dengan warna putih), ketiga warna ini mempunyai alegori sesuai dengan tiga konsep dewa Hindhu yaitu Trimurti. Menurut Kuswadji Kawindrosusanto menuturkan bahwa, warna coklat atau merah merupakan lambang Dewa Brahma atau lambang keberanian, biru atau hitam merupakan lambang Dewa Wisnu atau lambang ketenangan, dan kuning atau putih lambang dewa Siwa. Hal ini menunjukkan peran orang-orang India (Hindhu) dalam keberadaan batik di Indonesia . Sementara itu, Pigeaut mencatat, bahwa perihal pembuatan batik tidak disebut-sebut dalam naskah-naskah Jawa pada abad XIV, kemungkinan batik pada waktu itu diimpor secara langsung dari India .
Pandangan kedua mengganggap bahwa seni batik memiliki akar sejarah yang sangat kuat di Indonesia, yakni batik merupakan kebudayaan asli Indonesia (cultural Identity). Dr. J.L.A. Brandes dalam teorinya “Brandes ten is point” menempatkan batik sebagai kebudayaan pra-sejarah yang sejaman dengan kebudayaan seperti gamelan, wayang, syair, barang-barang dari logam, pelayaran, ilmu falak dan pertanian. Wirjosaputro , menyatakan bahwa bangsa Indonesia sebelum mendapat pengaruh dari kebudayaan India telah mengenal aturan-aturan menyulam untuk teknik membuat kain batik, industri logam dan penanaman padi. Temuan teknik membuat batik semakin menguatkan betapa batik sudah menjadi milik kebudayaan Indonesia jauh sebelum bersentuhan dengan India. Di tinjau dari desainnya batik India mencapai puncaknya pada abad XVII M sampai XIX M, sedangkan di Indonesia batik mencapai puncaknya pada abad XIV M sampai XV M, selain itu juga motif-motif seperti kawung, ceplok dan cinde tidak terdapat di Kalingga-Koromandel (India) . Eksistensi batik pada masa lalu dapat ditelusuri melalui berbagai ragam hias pada batik klasik yang dapat dikaitkan dengan benda-benda purbakala peninggalan Hindhu-Jawa, seperti yang diungkapkan oleh S.K.Sewan Susanto sebagai berikut :
1. Motif lereng
Terdapat sebagai motif dari pakaian pada patung dewa Siwa (dari emas) terdapat dari daerah Gemuruh, Wonosobo, dekat Dieng (candi Dieng, abad ke-9 M), dan terdapat pada patung Manjusri yang terdapat di daerah semongan, Semarang abad ke-10 M
2. Motif ceplok
Dasar motif ceplok dari yang sederhana sampai yang bervariasi, terdapat gambaran pada :
a. Patung Padmapani abad ke-8 sampai abad ke-10, dari Jawa Tengah..
b. Patung Ganesha pada candi Banon (dekat Borobudur) abad ke-9.
c. Patung Brahma dari Singasari, berbentuk lingkaran-lingkaran yang diberi isen dan hiasan segi empat disusun berselang-seling.
3. Dasar motif kawung
Dasar motif kawung dari yang sederhana sampai yang bervariasi dengan bentuk-bentuk isen, terdapat gambaran pada :
a. Patung Parwati dari Jawa (jaman candi abad ke-8 sampai ke-10M) digambarkan kawung sederhana bentuk kecil
b. Patung Ganesha abad ke-13 M dari Kediri.
c. Patung Pradnyaparamita dari Malang Abad ke-14 M
d. Motif kawung lebih sempurna terdapat pada patung Syiwa dari Singasari dan
e. Patung Syiwa Mahadewa dari Tumpang Jawa Timur.
4. Motif Semen
Gambaran motif semen (meru, pohon hayat, tumbuhan, mega, dan candi) terdapat pada :
a. Hiasan makam Sendang Dhuwur-Paciran , Lamongan (1585 AD)
b. Hiasan dinding dari masjid tua pada kompleks makam Ratu Kalinyamat di Mantingan-Jepara (1559 AD)
5. Motif Sidomukti
Gambaran motif sidomukti terdapat pada :
a. Patung Ganesha dari Singasari (abad ke-13), bentuk motif ini dihiasi dengan bentuk garuda sederhana dan tengkorak
b. Patung Durga terdapat pada candi Singasari, pada kain tapih digambarkan motif kotak-kotak segi empat.
6. Motif Mega-Mendung
Berasal dari Cirebon, terdapat pada motif batik, maupun sebagai ukiran. Motif yang menyerupai motif mega-mendung adalah motif Padasan dan Rajek Wesi.
7. Pemakaian isen-isen cecek-sawut
Pemakaian cecek-sawut, yaitu gabungan antara deretan titik-titik dengan garis-garis sejajar, digambarkan dengan jelas, pada hiasan dari genderang-perunggu, ditemukan di Sangeang, gunung api dekat Bima. Barang ini dari zaman perunggu, isen motif berupa cecek-sawut ini tidak terdapat pada batik Indonesia.
8. Pemkaian titik-titik dalam motif
Motif yang menggunakan titik-titik, bentuk titik masih besar-besar, digambarkan pada pakaian Padmapani, dari zaman kebudayaan periode Jawa Tengah abad VIII M-X M. Titik-titik banyak digunakan pada pengisian motif batik, berupa deretan titik-titik atau kumpulan titik-titik.
Alfred Stainmann menyatakan bahwa batik tidak hanya di Indonesia saja, melainkan juga di negara lain seperti Cina, Rusia dan Thailand . Batik di Cina pada abad pertengahan disebut dengan “yapan”, sedangkan pada jaman dinasti T’ang (620-907) disebut “miao”. Batik di Rusia dikenal dengan nama “bhakora” sedang di Thailand desebut “pharung”. Hal senada juga diungkapkan oleh Moh. Yamin bahwa pada jaman kedatuan Sriwijaya ada hubungan timbal-balik yang erat antara Sriwijaya dengan Tiongkok pada abad ke-7 sampai abad ke-9 pada masa dinasti Sung atau T’ang . Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan batik ada dan muncul karena pengaruh dari kebudayaan yang dibawa oleh bangsa Cina, karena Cina berhubungan baik dengan Sriwijaya.



D. Fungsi Batik
Tradisi Jawa sangat menjunjung tinggi dan menghargai nilai-nilai etis dan estetis dalam berpakaian “Ajining Diri Saka Lati, Ajining Raga Saka Busana” (kehormatan diri terletak pada kata-kata, kehormatan badan terletak pada pakaian) . Penggunaan batik secara tradisional hanya untuk bebet dan jarit, sarung, dodot, selendang, ikat kepala atau udeng dan kemben seperti yang diungkapkan oleh Biranul Annas sebagai berikut :
Bebet dan Jarit merupakan kain yang berbentuk empat persegi panjang yang dililitkan mengelilingi pinggang. Panjangnya hingga pergelangan kaki, dengan lebar beragam antara 100 cm hingga 110 cm, sedangkan panjangnya kira-kira mencapai 250 cm . Bebet dikenakan oleh pria biasanya dengan lipatan kain besar-besar dan dililitkan ke arah kanan ke kiri. Jarit dipakai oleh wanita, dikenakan dengan cara dililitkan ke bagian badan mulai dari arah kiri ke kanan, biasanya ditambah dengan lipatan-lipatan (wiru atau wiron) tipis dibagian depannya . Sarung ialah kain yang dijahitkan antarsisi-sisi terpendeknya. Lebarnya hampir sama dengan kain panjang atau jarit, tetapi panjangnya hanya mencapai antara 180 cm hingga 220 cm . Sarung merupakan pakaian khas di pesisir uatara Jawa dan merupakan kostum asli masyarakat Melayu dan telah dipakai di seluruh kepulauan Indonesia. Pada umumnya bentuk rancangan sarung berisikan dua unsur dasar, yaitu badan dan kepala. Badan merupakan bagian paling lebar dari kain, memiliki luas bidang ¾ panjang sarung. Kemudian kepala pada dasarnya berupa alur bidang menyela ragam hias utama sarung, menempati ¼ panjang kain dan memotong besar kain. Kepala berada tegak lurus pada lebar bidang sarung, biasanya terletak ditengah atau di ujung sarung. Jenis kepala model lama memiliki ragam hias dengan dua buah deretan segitiga memanjang yang dinamakan tumpal .

Dodot merupakan wastra batik yang memiliki matra sangat khusus karena hanya dipakai dilingkungan kraton atau pada acara yang berkaitan dengan upacara adat kraton. Dodot dikenakan sebagai hak istimewa keluarga kerajaan dan hanya dipakai oleh Sultan, pengantin pria atau wanita dan penari kraton . Dodot dikenakan, dihiasi dan dilipat layaknya gaun panjang dengan rentean atau ekor dari serat yang menggantung pada salah satu sisinya, disertai dengan celana panjang sutra yang digunakan disebelah dalam dengan penonjolan corak pada celana panjang. Selendang merupakan kain panjang tipis yang dipakai untuk keperluan khusus oleh wanita . Kain ini dikenakan pada bahu dan dapat pula digunakan untuk menggendong bayi atau membawa keperluan pasar. Selendang gendongan yang digunakan di dalam kraton berukuran sama dengan jarit, yakni panjangnya kurang lebih 260 cm dan lebarnya 110 cm dengan kedua ujungnya diberi garis-garis putih berseling hitam selebar dua jari .
Ikat kepala atau udeng merupakan busana tambahan untuk kaum pria berbentuk bujur sangkar serta pemakainnya diikatkan secara luwes dan anggun pada kepala seperti layaknya surban . Kemben merupakan kain tipis sebagai penutup tubuh bagian atas (torso) wanita . Kemben digunakan untuk mengamankan kain atau sarung agar posisinya tidak melorot. Kemben dikenakan dengan cara dibebatkan di bagian atas tubuh mulai di bawah ketiak dengan pinggir bawah sedikit menutupi bagian atas jarit, selain itu kemben sering dipakai bersamaan dengan kebaya. Dalam perkembangan selanjutnya, penggunaan batik tidak terbatas untuk busana tradisional saja, tetapi berkembang lebih luas lagi antara lain digunakan sebagai alat perlengkapan rumah tangga (seperti : gorden, taplak meja, sprei, hiasan dinding, alas kursi, tas, dan sebagainya) serta sebagai busana non-tradisional (kemeja pria, gaun, dan sebagainya) . Selain itu, batik juga berfungsi sebagai ekspresi diri, yakni batik digunakan untuk mengekspresikan jiwa seniman. Batik sebagai sarana untuk mengungkapkan perasaan seniman.

E. Ragam Hias Batik
Watak yang paling menonjol dari bangsa Indonesia ialah kemampuan mengungkapkan ekspresi artistik. Sejak jaman prasejarah masyarakat Indonesia telah terampil melukis dinding-dinding gua. Kebutuhan terhadap ungkapan artistik tersebut kemudian disalurkan pada penganekaan ragam hias yang dijumpai di berbagai barang keperluan hidup termasuk di dalamnya produk-produk tekstil. Dorongan akan kebutuhan artistik pada tekstil membuka berbagai kemungkinan teknik penciptaan ragam hias pada batik. Secara garis besar bentuk ragam hias batik dapat dibagi kedalam empat kelompok yaitu, pertama, ragam hias yang tergolong dalam bentuk geometris. Kedua, ragam hias yang tergolong dalam ragam hias non-geometris, ketiga, kelompok ragam hias dengan bentuk stilasi, dan keempat, kelompok ragam hias bebas .
1. Ragam Hias Geometris
Ragam hias geometris disebut pula sebagai ragam hias ilmu ukur. Eksistensi ragam hias bentuk geometris sudah cukup tua. Hal itu dibuktikan melalui hasil penelitian oleh beberapa ahli antropologi dan arkeologi bahwa ragam hias geometris ditemukan melalui peninggalan-peninggalan masa lampau diantaranya terbukti dari benda-benda purbakala . Ragam hias geometris disusun oleh motif-motif geometris pula. Adapun beberapa motif yang tergolong ke dalam ragam hias geometris sebagai berikut:
a Golongan Motif Banji (swastika)
Motif banji merupakan dasar ornamen swastika yang disusun dengan tiap ujungnya. Nama “bandji” berasal dari tionghoa yang berasal dari kata “ban” berarti sepuluh dan “dzi” berarti beribu perlambang murah rejeki atau kebahagiaan yang berlipat ganda . Swastika tersebut dihubungkan satu sama lain dengan garis-garis. Ragam hias swastika menggambarkan lambang peredaran bintang-bintang dan lebih khususnya adalah lambang peredaran matahari . Dalam seni batik ragam hias swastika dipakai untuk mengisi bidang kain, yang terdiri dari gambar-gambar bergaris lurus, tetapi ada juga swastika yang dilukis menyerupai bentuk meander seperti pada ragam hias sebuah candi, yang disebut dengan ragam hias “ikal/kait”.
b Golongan Motif Ganggong
Golongan motif ini tersusun dalam tata susunan segitiga empat sisi (bujur sangkar). Motif ganggong sekilas hampir menyerupai motif ceplok, namun perbedaanya terletak pada bentuk isennya yang terdiri dari garis-garis yang panjangnya sama, sedang ujung garis yang paling panjang merupakan bentuk salib, tetapi pada motif ceplok tidak terdapat bentuk garis tersebut .
c Golongan Motif Ceplok
Motif ceplok merupakan motif batik yang di dalamnya terdapat gambaran-gambaran binatang dengan bentuk segi empat, lingkaran dan variasinya. Ornamen yang terdapat dalam motif ini menggambarkan bunga dari depan dan daun yang tersusun dalam lingkaran segi empat .
d Golongan Motif Nitik dan Anyaman
Dikatakan sebagai motif anyaman karena variasi dari cara menyusun titik-titik sekilas menyerupai bentuk anyaman. Motif nitik adalah semacam ceplok yang tersusun oleh garis-garis putus, titik dan variasinya yang tersusun menurut bidang geometris seperti halnya motif ceplok dan motif ganggeng .
e Golongan Motif Kawung
Motif ini menggambarkan biji buah kawung/ buah aren yang tersusun diagonal dua arah. Susunan biji-bijian tersebut sangat rapi yaitu empat buah bentuk oval yang tersusun dalam sebuah lingkaran, pada masa Hindu-Budha motif kawung berasal dari tengkorak seperti yang terdapat dalam arca Ganesha di Blitar namun pada masa Islam motif kawung mengalami pergeseran dalam interpretasi yakni berasal dari buah aren atau kolang-kaling yang memberikan makna eling (ingat).
f Golongan Motif Parang
Ada beberapa tafsiran yang berbeda dalam mengartikan corak ini. Pertama, lukisan parang yang tertekuk adalah pedang yang tidak sempurna atau rusak, sehingga corak ini bermakna kurang baik dan hanya mereka yang memiliki kekuatan tertentu saja yang dapat menangkal pengaruh buruk ragam hias tersebut. Parang rusak juga mempunyai makna sebagai pedang untuk melawan kejahatan dan kebatilan sehingga hanya boleh dipakai oleh orang-orang yang berkuasa yaitu raja dan penguasa. Kedua, corak ini juga diartikan sebagai lambang pertumbuhan, penuh kekuatan, dan kecepatan yang dipresentasikan oleh lambang khas raja yaitu bunga lotus (teratai). Parang rusak juga dinggap simbol kesucian dan kekuatan seperti Tuhan , sedangkan pada motif parang rusak barong menggambarkan roh jahat yang selalu menyerang manusia jadi kain batik dengan motif parang rusak barong ini menggambarkan suatu kekuasaan untuk menyerang musuh (roh jahat) .
2 Ragam hias non-geometris
Motif- motif yang termasuk golongan non-geometris yaitu motif-motif semen dan buketan terang bulan. Motif-motif golongan non-geometris tersusun dari ornamen-ornamen meru, tumbuhan (pohon hayat), candi, burung garuda, naga atau ular yang tersusun secara harmoni tetapi tidak menurut bidang-bidang geometris.
a Golongan Motif Semen
Motif semen melambangkan kekuatan, sumber dari segala keberadaan dan pusat kekuasaan . Semen berasal dari kata “semi” yang artinya tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari hidup dan gerak, dalam kehidupan flora diidentikkan dengan daun. Motif semen pada batik adalah motif yang mengandung gambar meru atau gunung beserta flora dan fauna yang hidup disekitarnya.
b Golongan Motif Buketan dan Terang Bulan
Motif buketan merupakan motif dengan mengambil tumbuh-tumbuhan atau lung-lungan sebagai ornamen atau hiasan yang disusun memanjang selebar kain, sedangkan yang dimaksud dengan terang bulan ialah kain batik yang kebanyakan dibuat untuk wanita (tapih), dibagian bawah terdapat bentuk segitiga atau tumpal.
3 Ragam Hias Stilasi
Pada dasarnya ragam hias stilasi murapakan penyederhanaan dari bentuk, teknik, detail dan anatominya. Stilasi atau penyederhanaan bentuk tersebut banyak diterapkan untuk menciptakan bentuk-bentuk ornamen seperti bentuk-bentuk tumbuhan, binatang dan manusia. Penggambaran bentuk ragam hias baik berupa tumbuhan, hewan maupun manusia secara utuh mengalami stilasi setelah masuknya pengaruh kesenian Islam di Nusantara. Dalam ajaran Islam, penggambaran makhluk hidup baik manusia maupun binatang secara keseluruhan dilarang, sebab menyebabkan penyekutuan terhadap Allah SWT, seperti salah satu haditsh yang diriwayatkan oleh Buchori bahwa “Sesungguhnya orang yang mendapat siksa oleh Allah adalah orang-orang yang membuat gambar” .
4 Ragam Hias Bebas
Penciptaan ragam hias bebas tidak menitik beratkan kepada unsur alam. Bentuk yang ditampilkan tidak sepenuhnya mengambil dari objek alam. Keluwesan dari bentuk-bentuk ragam hias bebas adalah tidak dibatasi oleh unsur-unsur alam saja, ruang lingkupnya lebih luas mulai dari aspek yang realis sampai aspek yang abstrak. Ragam hias bebas lebih banyak ditentukan oleh faktor kreasi. Ragam hias ini banyak memberi keleluasaan bagi para pendesain karena tidak dibatasi oleh kaidah yang baku, sehingga para pendesain banyak mengungkapkan kreasi dan keleluasaan dalam menciptakannya .

G. Perkembangan Bentuk Ragam Hias Batik Tuban
Ragam hias pada batik Tuban berkembang secara bebas dan sangat beragam dengan mendapatkan pengaruh-pengaruh dari berbagai ragam hias yang berasal dari luar daerah Tuban sebagai akibat dari adanya proses interaksi antar daerah pembatikan . Pada mulanya pengrajin batik Tuban tidak menciptakan ragam-ragam hias dari batik tradisonal seperti motif kawung, motif garuda, motif sidomukti, dan geringsing, tetapi dalam perkembangan batik Tuban motif-motif dari batik tradisional tersebut dibuat dan dipadukan dengan ragam hias asli batik Tuban dan diberi nuansa yang berbeda .
Onggal Sihite dalam tesisnya menjelaskan bahwa motif kawung merupakan penggambaran dari daun kelapa yang bentuknya di distorsi dan disusun silang, yang menggambarkan struktur dari jagad raya, pusat persilangannya merupakan sumber energi, dan miniatur dari jagad raya adalah kerajaan dan wakil Tuhan sebagai penguasa jagad raya adalah raja atau sultan selaku penguasa dan wakil Tuhan di muka bumi dalam artian wilayah Kraton. Motif kawung pada batik Tuban dipadukan dengan motif buketan berupa motif lung-lungan dalam bentuk patra gumulung kemudian diberi nama kawung buket. Penciptaan motif kawung yang lain pada batik Tuban juga dipadukan dengan motif-motif binatang seperti kupu-kupu yang terlihat pada motif pecethot beton. Penciptaan motif kawung yang lain pada batik Tuban juga terlihat pada motif dudo brengos, pada motif ini kawung dipadukan dengan motif suluran tepat pada bidang tengah kain.
Penggambaran motif garuda sebagian besar terdapat pada batik-batik tradisional di lingkungan Kraton seperti yang terlihat pada motif lar sawat, garuda ageng, semen gurdha dan sebaginya. Motif garudha pada batik Kraton menyiratkan makna simbolis yang dalam yakni melambangkan mahkota atau penguasa tinggi, sudah barang tentu dalam hal ini diidentikkan dengan eksistensi raja atau sultan sebagai penguasa tertinggi di Kraton yang sekaligus mendapatkan legitimasi dari Tuhan selaku wakil-Nya di dunia yang sesuai dengan gelar yang disandang raja atau sultan. Dalam hal ini yang mampu memelihara ketentraman dengan kuasanya hanyalah raja atau sultan yang dianggap dan dilegitimasikan sebagai wakil Tuhan di muka bumi, dari pada itu hanya raja yang boleh menggunakan motif atau corak ini dengan maksud hanya raja dan penguasa yang mampu dan memiliki kekuatan untuk memelihara dan memberikan keseimbangan berupa perlindungan kepada rakyatnya.
Garuda dalam mithologi Hidhu, dilambangkan sebagai wahana dewa Wisnu, yang juga sebagai simbol khusus Dewa Wisnu (dewa pemelihara) . Selain terdapat pada batik, motif-motif garuda sering dijumpai pada benda-benda kepurbakalaan Indonesia-Hindhu baik pada sebuah arca, candi maupun prasasti. Garuda mempunyai makna simbolis yaitu sebagai kekuatan pembebas seperti halnya cerita tentang Garudeya pada relief candi Kidal, Jawa Timur yang berupaya membebaskan ibunya Sang Winata dari Sang Kadru dengan membawa air Amerta, (A : tidak, Merta : mati) . Jadi, dapat disimpulkan bahwa burung garuda sebagai lambang keabadian seperti perjuangannya untuk mendapatkan air Amerta. Dalam hal ini motif garuda sering muncul pada batik Yogyakarta dan Surakarta. Motif garuda pada batik Tuban digambarkan dengan sepasang sayap setengah terbuka, ditepi masing-masing sayap dirangkai dengan motif sayap tertutup, seolah burung yang sedang hinggap dilihat tampak samping, motif ini disebut sebagai motif garudha mungkur, yang menjadi ciri khas motif garuda versi batik Tuban.
Ragam hias batik dengan motif sidomukti (sido : jadi, mukti : bahagia) memiliki makna sejahtera lahir dan batin. Kain motif ini biasa dipakai sebagai busana pengantin dengan harapan dapat mencapai kebahagiaan, berkecukupan, masa depan yang baik, kasih sayang, dan keluhuran budi setelah memperoleh anugerah dan limpahan-Nya . Batik sidomukti pada batik Tuban dibuat lebih semarak, dalam artian motif sidomukti dari batik Kraton tersebut dipadukan dengan motif ceplok bunga dan motif burung merak serta diberi latar warna coklat soga. Batik sidomukti versi Tuban ini dipercaya oleh masyarakat setempat mampu mendatangakan kebahagiaan khususnya kepada para pengantin yang hendak merajut benang kehidupan yang akan ditempuh. Oleh karena itu, motif batik ini sering dipakai pada acara-acara pernikahan atau biasa disebut panggih.
Pada corak geringsing (isen-isen) tergambarkan susunan bentuk biji buah asam (klungsu : dalam bahasa Jawa), yang latar sejarahnya corak ini termasuk salah satu corak pada batik tua yang juga disebut-sebut pada jaman sebelum Majapahit . Sedang pada corak geringsing pada batik Tuban dibuat lebih semarak dan unik yakni dipadukan dengan motif lunglungan, kupu-kupu, tumbuhan dan burung yang disebut dengan motif geringsing buket. Pada motif lunglungan terdapat tambahan corak tangkai tumbuhan yang berlekuk berkesinambungan yang seringkali juga ditambah dengan lukisan burung (phoenix) berekor panjang berliuk-liuk, yang menjadi motif geringsing khas batik Tuban .
Salah satu pengaruh ragam hias Cina yang menonjol pada perkembangan ragam hias batik Tuban adalah motif batik Lok Chan dengan motif utamanya adalah burung Phunik. Batik Lok Chan pertama kali dibuat di daerah Pantai Utara Jawa Tengah (Rembang, Juwana, Pati, dan Lasem) . Batik Lok Chan kemudian tersebar ke beberapa daerah pantai utara Jawa lainnya seperti, Indramayu, Cirebon, Tuban, serta dipakai pada upacara adat atau sebagai pelengkap busana yang melambangkan kedudukan seseorang . Kun Lestari, dkk dalam bukunya, mengatakan bahwa Tuban letaknya berdekatan dengan Lasem yang dikenal sebagai daerah pembatikan, kedekatan wilayah/lokasi dan hubungan masyarakatnya sangat mungkin menyebabkan kesamaan dalam penciptaan seni termasuk dalam seni membatik dengan corak dan ragam hiasnya sebagai akibat dari adanya proses interaksi antar derah pembatikan. Batik Lok Chan pada batik Tuban disebut batik motif locanan.
Pada batik motif locanan ini menampilkan motif utama burung phunik dan motif tambahan berupa rangkaian daun dan bunga. Motif tambahan tersebut ditampilkan untuk mengisi seluruh bidang di sela-sela motif utamanya. Motif burung phunik digambarkan dengan ukuran yang cukup besar diatur berderet mengikuti alur bidang kain. Kedua sayapnya dilukiskan sedang mengembang, paruh terbuka, dan ekor mencuat tinggi ke atas. Motif burung phunik yang digambarkan dengan kedua sayapnya ke atas, ekor digambarkan pendek (seolah-olah tidak berekor) .


I. Daftar Pustaka

Amri Yahya. 1985. Sejarah Perkembangan Seni Lukis Batik di Indonesia. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Arwan Tuti Artha, Heddy Shri, Ahimsa Putra. 2004. Jejak Masa Lalu Sejuta Warisan Budaya. Yogyakarta: Kunci Ilmu.

Bandi. 1992. Batik Gedog Tuban. Surabaya: Proyek Pembinaan Permuseuman Jawa Timur.

Biranul Annas. 1997. Batik Kraton dan Pesisiran (Sejarah dan Aspek Sosial Budaya). Yayasan Harapan Kita/BP3 TMII.

Casta. 2003. Melacak Sejarah Perkembangan Batik Trusmi Cirebon. Yogyakarta: Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

Dharsono. 2004. Budaya Nusantara (Kajian Konsep Mandala dan Konsep Triloka Terhadap Pohon Hayat Pada Batik Klasik). Bandung: Rekayasa Sains.

Hoop, Van Der A.N.J.Th. a Th. 1949. Indonesische Siermotieven. Uitgegeven Door Het, Koninlijk Bataviaasch Genootschap Van Kunsten en Wetenschappen.

Iwan Tirta. “Simbolisme Dalam Corak dan Warna Batik” dalam majalah femina No. 28/XIII-23 Juli 1985.

Jazir Marzuki. 1964. Batik Pola dan Corak. Jakarta: Djambatan.

Kun Lestari, Tin Suhartini, Hartanto. 2006. Rona Batik Tuban Mantap Menawan. Tuban: Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Tuban.

Kuswaji Kawindrasusanta, “Mengenal Seni Batik di Yogyakarta” dalam Sana-Budaya, Maret 1982.

Mustadji. 2001. Sejarah Kebudayaan Indonesia I. Surabaya: Unesa University Press.

Nian S Djoemena. 1990. Batik dan Mitra Jakarta: Djambatan.
_____________ . 1990. Ungkapan Sehelai Batik. Jakarta: Djambatan.

Onggal Sihite. 1997. Konflik dan Kerjasama pada Masyarakat Pelaku Kesenian Batik Kampung Taman (Tesis). Jakarta : Universitas Indonesia.

Purwadi. 2007. Busana Jawa (Jenis-Jenis Pakaian Adat, Sejarah, Nilai Filosofi dan Penerapannya). Yogyakarta: Pura Pustaka.

Santosa Doellah. 2002. Batik Pengaruh Jaman dan Lingkungan. Surakarta: Danar Hadi.

Saripin. 1960. Sejarah Kesenian Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita.

S.K Sewan Susanto. 1973. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Yogyakarta: Balai Penelitian Batik dan Kerajinan Yogyakarta.

____________ . “Perkembangan dan Pembaharuan Dalam Pembatikan” makalah disampaikan dalam rangka diskusi pembinaan pembatik muda tanggal 12 Nopember 1980.

Soedarsono SP. MA. 1998. Seni Lukis Batik. Yogyakarta : IKIP Negeri Yogyakarta.

Soegeng Toekio. 1987. Mengenal Ragam Hias Indonesia. Bandung: Angkasa.

Tim Penyusun. 1986. Sejarah Industri Batik Indonesia. Yogyakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik.

Tim Penyusun. 2002. Catalogue Several Etnic Motif Design of Indonesia. Yogyakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik.

Thomas Philip Kettly. “Batik dan Kebudayaan Populer”. dalam Prisma Mei 1987.

wawancara dengan Uswatun Hasanah pembatik dari desa Kedungrejo Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban di Sanggar batik "sekar ayu"

Minggu, 07 Maret 2010

BATIK PESISIR

BATIK TUBAN SEBAGAI KHASANAH BUDAYA BANGSA
PERKEMBANGAN BENTUK RAGAM HIAS BATIK TUBAN

Suminto Fitriantoro, S.Pd

A. Abstrak

Batik sebagai wujud nyata seni rupa dengan latar belakang sejarah dan unsur budaya yang kuat dalam perkembangan kebudayaan bangsa Indonesia menjadi dasar identitas bangsa hingga saat ini yang menyangkut kebinekaan budaya Indonesia. Keindahan wastra batik dapat dilihat atas dua hal, keindahan secara visual yang dapat dilihat melalui ragam hias batik dan keindahan makna filosofi yang terkandung pada fungsi batik itu sendiri. Ragam hias batik bukan sekedar gambar yang ditempel, melainkan mampu memberikan nuansa keindahan.
Batik Tuban merupakan salah satu produk batik pesisir yang mempunyai bentuk ragam hias yang khas, yang berbeda dengan batik-batik pesisir lainnya. Tuntutan pasar dan pengaruh jaman membuat ragam hias asli batik Tuban tergeser oleh berbagai ragam hias dengan kreasi baru dan latar warna yang cerah. Hal ini membuat para pembatik Tuban melakukan perkembangan untuk menciptakan berbagai ragam hias baru untuk menjadikan ragam hias batik Tuban lebih bervariasi dan menarik.

Kata Kunci : Perkembangan, Ragam Hias, Batik

B. Pendahuluan
Seni batik merupakan bentuk seni budaya bangsa yang kaya dengan nilai-nilai estetis dan nilai filsafat yang mencerminkan nafas kehidupan manusia dan alam lingkungannya . Batik berkaitan dengan nilai dan simbol yang merupakan bagian dari warisan budaya. Batik dapat dikatakan sebagai bagian dari warisan budaya karena ada dua hal yang menjadi dasar utama, yang pertama, adanya suatu “kolektivitas” yang lebih luas yang dalam hal ini adalah masyarakat sebagai pewaris produk budaya tersebut secara kebendaan. Kedua, batik mempunyai makna filosofis, pandangan hidup, kearifan lokal dan sebagainya . Para pembatik menghasilkan rancangan batik melalui proses pengendapan diri, meditasi untuk mendapatkan bisikan-bisikan hati nuraninya, yang diibaratkan mendapatkan wahyu. Membatik bukan sekedar aktivitas fisik tetapi mempunyai dimensi ke dalaman, mengandung doa atau harapan dan pelajaran. Keindahan sehelai wastra batik mempunyai dua aspek, yaitu keindahan yang dapat dilihat secara kasat mata yang diwujudkan melalui ragam hias batik, keindahan semacam ini disebut sebagai keindahan visual yang diperoleh karena perpaduan yang harmoni dari susunan bentuk dan warna melalui penglihatan atau panca indera dan keindahan karena mempunyai makna filosofi atau disebut juga keindahan jiwa yang diperoleh karena susunan arti lambang ornamen-ornamennya yang membuat gambaran sesuai dengan faham kehidupan atau didasarkan pada fungsi batik.
Ragam hias batik hadir di tengah-tengah kehidupan masyarakat sebagai media ungkapan perasaan yang diwujudkan dalam bentuk visual, yang dari proses penciptanya tidak lepas dari pengaruh-pengaruh lingkungan sebagai pelengkap rasa estetika . Ragam hias pada suatu benda seni pada dasarnya sebagai pedandan (make-up) yang diterapkan guna mendapatkan keindahan dan kemolekan yang dipadukan. Hal itu berperan sebagai media untuk mempercantik benda pakai secara lahiriah, bahkan satu dua daripadanya memiliki nilai simbolik atau mengandung makna tertentu . Batik Tuban adalah salah satu produk batik pesisiran yang mempunyai ragam hias yang khas, yang tidak terdapat di daerah-daerah produksi batik lainnya. Ragam hias batik Tuban sering disebut sebagai ragam hias asli batik pesisir. Selain itu, batik Tuban juga disebut sebagai batik petani atau batik desa, karena sebagaian besar dibuat oleh masyarakat kalangan petani di pedesaan yang dijadikan sebagai pekerjaan sambilan .
Uswatun memaparkan bahwa, ragam hias batik Tuban mengalami perkembangan sekitar tahun 1980. Hal itu didasarkan atas dual hal, pertama, adanya tuntutan jaman dan permintaan pasar yang menyebabkan bentuk-bentuk ragam hias asli Tuban tidak menarik lagi dan kurang diminati oleh masyarakat. Kedua, adanya penyuluhan dan pelatihan tentang proses pewarnaan dari Dinas Perindustrian Kabupaten Tuban baik melalui Program Kesejahteraan Keluarga (PKK) maupun pengrajin secara langsung . Perkembangan bentuk ragam hias batik Tuban sebagai akibat dari adanya komunikasi atau hubungan antardaerah pembatikan . Masuknya motif-motif dari luar daerah tersebut pada batik Tuban bukan berarti menggeser atau menghilangkan motif khas Tuban, namun mampu menambah perbendaharaan eksistensi ragam hias batik Tuban menjadi beragam dan unik. Hail itu dikarenakan masyarakat Tuban sebagai bagian dari masyarakat Jawa memiliki karakteristik dan kepribadian untuk menyeleksi, memilah-milah pengaruh budaya luar lingkungannya untuk kemudian disaring dan disesuaikan dengan budaya masyarakat setempat yang telah ada yang disebut dengan local genious .

C. Sejarah Batik Indonesia
Pandangan pertama mengenai asal-usul batik berasal dari luar, yang dalam hal ini batik bukan asli kebudayaan Indonesia adalah pendapat dari G.P. Rouffaer memaparkan bahwa seni batik yang ada di Indonesia berasal dari India yang dibawa oleh orang-orang Kalingga-Koromandel (India) yang beragama Hindhu ke Jawa pada abad 4 M, sebagai akibat dari adanya kontak perdagangan . Perkembangan batik dari Kalingga- Koromandel berjalan sampai pada periode pengaruh Hindhu berakhir, yaitu pada jaman kerajaan Daha di Kediri . Sudarsono mengatakan bahwa warna batik klasik yang terdiri dari tiga warna (coklat identik dengan merah, biru identik dengan hitam dan kuning atau coklat muda identik dengan warna putih), ketiga warna ini mempunyai alegori sesuai dengan tiga konsep dewa Hindhu yaitu Trimurti. Menurut Kuswadji Kawindrosusanto menuturkan bahwa, warna coklat atau merah merupakan lambang Dewa Brahma atau lambang keberanian, biru atau hitam merupakan lambang Dewa Wisnu atau lambang ketenangan, dan kuning atau putih lambang dewa Siwa. Hal ini menunjukkan peran orang-orang India (Hindhu) dalam keberadaan batik di Indonesia . Sementara itu, Pigeaut mencatat, bahwa perihal pembuatan batik tidak disebut-sebut dalam naskah-naskah Jawa pada abad XIV, kemungkinan batik pada waktu itu diimpor secara langsung dari India .
Pandangan kedua mengganggap bahwa seni batik memiliki akar sejarah yang sangat kuat di Indonesia, yakni batik merupakan kebudayaan asli Indonesia (cultural Identity). Dr. J.L.A. Brandes dalam teorinya “Brandes ten is point” menempatkan batik sebagai kebudayaan pra-sejarah yang sejaman dengan kebudayaan seperti gamelan, wayang, syair, barang-barang dari logam, pelayaran, ilmu falak dan pertanian. Wirjosaputro , menyatakan bahwa bangsa Indonesia sebelum mendapat pengaruh dari kebudayaan India telah mengenal aturan-aturan menyulam untuk teknik membuat kain batik, industri logam dan penanaman padi. Temuan teknik membuat batik semakin menguatkan betapa batik sudah menjadi milik kebudayaan Indonesia jauh sebelum bersentuhan dengan India. Di tinjau dari desainnya batik India mencapai puncaknya pada abad XVII M sampai XIX M, sedangkan di Indonesia batik mencapai puncaknya pada abad XIV M sampai XV M, selain itu juga motif-motif seperti kawung, ceplok dan cinde tidak terdapat di Kalingga-Koromandel (India) . Eksistensi batik pada masa lalu dapat ditelusuri melalui berbagai ragam hias pada batik klasik yang dapat dikaitkan dengan benda-benda purbakala peninggalan Hindhu-Jawa, seperti yang diungkapkan oleh S.K.Sewan Susanto sebagai berikut :
1. Motif lereng
Terdapat sebagai motif dari pakaian pada patung dewa Siwa (dari emas) terdapat dari daerah Gemuruh, Wonosobo, dekat Dieng (candi Dieng, abad ke-9 M), dan terdapat pada patung Manjusri yang terdapat di daerah semongan, Semarang abad ke-10 M
2. Motif ceplok
Dasar motif ceplok dari yang sederhana sampai yang bervariasi, terdapat gambaran pada :
a. Patung Padmapani abad ke-8 sampai abad ke-10, dari Jawa Tengah..
b. Patung Ganesha pada candi Banon (dekat Borobudur) abad ke-9.
c. Patung Brahma dari Singasari, berbentuk lingkaran-lingkaran yang diberi isen dan hiasan segi empat disusun berselang-seling.
3. Dasar motif kawung
Dasar motif kawung dari yang sederhana sampai yang bervariasi dengan bentuk-bentuk isen, terdapat gambaran pada :
a. Patung Parwati dari Jawa (jaman candi abad ke-8 sampai ke-10M) digambarkan kawung sederhana bentuk kecil
b. Patung Ganesha abad ke-13 M dari Kediri.
c. Patung Pradnyaparamita dari Malang Abad ke-14 M
d. Motif kawung lebih sempurna terdapat pada patung Syiwa dari Singasari dan
e. Patung Syiwa Mahadewa dari Tumpang Jawa Timur.
4. Motif Semen
Gambaran motif semen (meru, pohon hayat, tumbuhan, mega, dan candi) terdapat pada :
a. Hiasan makam Sendang Dhuwur-Paciran , Lamongan (1585 AD)
b. Hiasan dinding dari masjid tua pada kompleks makam Ratu Kalinyamat di Mantingan-Jepara (1559 AD)
5. Motif Sidomukti
Gambaran motif sidomukti terdapat pada :
a. Patung Ganesha dari Singasari (abad ke-13), bentuk motif ini dihiasi dengan bentuk garuda sederhana dan tengkorak
b. Patung Durga terdapat pada candi Singasari, pada kain tapih digambarkan motif kotak-kotak segi empat.
6. Motif Mega-Mendung
Berasal dari Cirebon, terdapat pada motif batik, maupun sebagai ukiran. Motif yang menyerupai motif mega-mendung adalah motif Padasan dan Rajek Wesi.
7. Pemakaian isen-isen cecek-sawut
Pemakaian cecek-sawut, yaitu gabungan antara deretan titik-titik dengan garis-garis sejajar, digambarkan dengan jelas, pada hiasan dari genderang-perunggu, ditemukan di Sangeang, gunung api dekat Bima. Barang ini dari zaman perunggu, isen motif berupa cecek-sawut ini tidak terdapat pada batik Indonesia.
8. Pemkaian titik-titik dalam motif
Motif yang menggunakan titik-titik, bentuk titik masih besar-besar, digambarkan pada pakaian Padmapani, dari zaman kebudayaan periode Jawa Tengah abad VIII M-X M. Titik-titik banyak digunakan pada pengisian motif batik, berupa deretan titik-titik atau kumpulan titik-titik.
Alfred Stainmann menyatakan bahwa batik tidak hanya di Indonesia saja, melainkan juga di negara lain seperti Cina, Rusia dan Thailand . Batik di Cina pada abad pertengahan disebut dengan “yapan”, sedangkan pada jaman dinasti T’ang (620-907) disebut “miao”. Batik di Rusia dikenal dengan nama “bhakora” sedang di Thailand desebut “pharung”. Hal senada juga diungkapkan oleh Moh. Yamin bahwa pada jaman kedatuan Sriwijaya ada hubungan timbal-balik yang erat antara Sriwijaya dengan Tiongkok pada abad ke-7 sampai abad ke-9 pada masa dinasti Sung atau T’ang . Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan batik ada dan muncul karena pengaruh dari kebudayaan yang dibawa oleh bangsa Cina, karena Cina berhubungan baik dengan Sriwijaya.

D. Fungsi Batik
Tradisi Jawa sangat menjunjung tinggi dan menghargai nilai-nilai etis dan estetis dalam berpakaian “Ajining Diri Saka Lati, Ajining Raga Saka Busana” (kehormatan diri terletak pada kata-kata, kehormatan badan terletak pada pakaian) . Penggunaan batik secara tradisional hanya untuk bebet dan jarit, sarung, dodot, selendang, ikat kepala atau udeng dan kemben seperti yang diungkapkan oleh Biranul Annas sebagai berikut :
Bebet dan Jarit merupakan kain yang berbentuk empat persegi panjang yang dililitkan mengelilingi pinggang. Panjangnya hingga pergelangan kaki, dengan lebar beragam antara 100 cm hingga 110 cm, sedangkan panjangnya kira-kira mencapai 250 cm . Bebet dikenakan oleh pria biasanya dengan lipatan kain besar-besar dan dililitkan ke arah kanan ke kiri. Jarit dipakai oleh wanita, dikenakan dengan cara dililitkan ke bagian badan mulai dari arah kiri ke kanan, biasanya ditambah dengan lipatan-lipatan (wiru atau wiron) tipis dibagian depannya . Sarung ialah kain yang dijahitkan antarsisi-sisi terpendeknya. Lebarnya hampir sama dengan kain panjang atau jarit, tetapi panjangnya hanya mencapai antara 180 cm hingga 220 cm . Sarung merupakan pakaian khas di pesisir uatara Jawa dan merupakan kostum asli masyarakat Melayu dan telah dipakai di seluruh kepulauan Indonesia. Pada umumnya bentuk rancangan sarung berisikan dua unsur dasar, yaitu badan dan kepala. Badan merupakan bagian paling lebar dari kain, memiliki luas bidang ¾ panjang sarung. Kemudian kepala pada dasarnya berupa alur bidang menyela ragam hias utama sarung, menempati ¼ panjang kain dan memotong besar kain. Kepala berada tegak lurus pada lebar bidang sarung, biasanya terletak ditengah atau di ujung sarung. Jenis kepala model lama memiliki ragam hias dengan dua buah deretan segitiga memanjang yang dinamakan tumpal .

Dodot merupakan wastra batik yang memiliki matra sangat khusus karena hanya dipakai dilingkungan kraton atau pada acara yang berkaitan dengan upacara adat kraton. Dodot dikenakan sebagai hak istimewa keluarga kerajaan dan hanya dipakai oleh Sultan, pengantin pria atau wanita dan penari kraton . Dodot dikenakan, dihiasi dan dilipat layaknya gaun panjang dengan rentean atau ekor dari serat yang menggantung pada salah satu sisinya, disertai dengan celana panjang sutra yang digunakan disebelah dalam dengan penonjolan corak pada celana panjang. Selendang merupakan kain panjang tipis yang dipakai untuk keperluan khusus oleh wanita . Kain ini dikenakan pada bahu dan dapat pula digunakan untuk menggendong bayi atau membawa keperluan pasar. Selendang gendongan yang digunakan di dalam kraton berukuran sama dengan jarit, yakni panjangnya kurang lebih 260 cm dan lebarnya 110 cm dengan kedua ujungnya diberi garis-garis putih berseling hitam selebar dua jari .
Ikat kepala atau udeng merupakan busana tambahan untuk kaum pria berbentuk bujur sangkar serta pemakainnya diikatkan secara luwes dan anggun pada kepala seperti layaknya surban . Kemben merupakan kain tipis sebagai penutup tubuh bagian atas (torso) wanita . Kemben digunakan untuk mengamankan kain atau sarung agar posisinya tidak melorot. Kemben dikenakan dengan cara dibebatkan di bagian atas tubuh mulai di bawah ketiak dengan pinggir bawah sedikit menutupi bagian atas jarit, selain itu kemben sering dipakai bersamaan dengan kebaya. Dalam perkembangan selanjutnya, penggunaan batik tidak terbatas untuk busana tradisional saja, tetapi berkembang lebih luas lagi antara lain digunakan sebagai alat perlengkapan rumah tangga (seperti : gorden, taplak meja, sprei, hiasan dinding, alas kursi, tas, dan sebagainya) serta sebagai busana non-tradisional (kemeja pria, gaun, dan sebagainya) . Selain itu, batik juga berfungsi sebagai ekspresi diri, yakni batik digunakan untuk mengekspresikan jiwa seniman. Batik sebagai sarana untuk mengungkapkan perasaan seniman.

E. Ragam Hias Batik
Watak yang paling menonjol dari bangsa Indonesia ialah kemampuan mengungkapkan ekspresi artistik. Sejak jaman prasejarah masyarakat Indonesia telah terampil melukis dinding-dinding gua. Kebutuhan terhadap ungkapan artistik tersebut kemudian disalurkan pada penganekaan ragam hias yang dijumpai di berbagai barang keperluan hidup termasuk di dalamnya produk-produk tekstil. Dorongan akan kebutuhan artistik pada tekstil membuka berbagai kemungkinan teknik penciptaan ragam hias pada batik. Secara garis besar bentuk ragam hias batik dapat dibagi kedalam empat kelompok yaitu, pertama, ragam hias yang tergolong dalam bentuk geometris. Kedua, ragam hias yang tergolong dalam ragam hias non-geometris, ketiga, kelompok ragam hias dengan bentuk stilasi, dan keempat, kelompok ragam hias bebas .
1. Ragam Hias Geometris
Ragam hias geometris disebut pula sebagai ragam hias ilmu ukur. Eksistensi ragam hias bentuk geometris sudah cukup tua. Hal itu dibuktikan melalui hasil penelitian oleh beberapa ahli antropologi dan arkeologi bahwa ragam hias geometris ditemukan melalui peninggalan-peninggalan masa lampau diantaranya terbukti dari benda-benda purbakala . Ragam hias geometris disusun oleh motif-motif geometris pula. Adapun beberapa motif yang tergolong ke dalam ragam hias geometris sebagai berikut:
a Golongan Motif Banji (swastika)
Motif banji merupakan dasar ornamen swastika yang disusun dengan tiap ujungnya. Nama “bandji” berasal dari tionghoa yang berasal dari kata “ban” berarti sepuluh dan “dzi” berarti beribu perlambang murah rejeki atau kebahagiaan yang berlipat ganda . Swastika tersebut dihubungkan satu sama lain dengan garis-garis. Ragam hias swastika menggambarkan lambang peredaran bintang-bintang dan lebih khususnya adalah lambang peredaran matahari . Dalam seni batik ragam hias swastika dipakai untuk mengisi bidang kain, yang terdiri dari gambar-gambar bergaris lurus, tetapi ada juga swastika yang dilukis menyerupai bentuk meander seperti pada ragam hias sebuah candi, yang disebut dengan ragam hias “ikal/kait”.
b Golongan Motif Ganggong
Golongan motif ini tersusun dalam tata susunan segitiga empat sisi (bujur sangkar). Motif ganggong sekilas hampir menyerupai motif ceplok, namun perbedaanya terletak pada bentuk isennya yang terdiri dari garis-garis yang panjangnya sama, sedang ujung garis yang paling panjang merupakan bentuk salib, tetapi pada motif ceplok tidak terdapat bentuk garis tersebut .
c Golongan Motif Ceplok
Motif ceplok merupakan motif batik yang di dalamnya terdapat gambaran-gambaran binatang dengan bentuk segi empat, lingkaran dan variasinya. Ornamen yang terdapat dalam motif ini menggambarkan bunga dari depan dan daun yang tersusun dalam lingkaran segi empat .
d Golongan Motif Nitik dan Anyaman
Dikatakan sebagai motif anyaman karena variasi dari cara menyusun titik-titik sekilas menyerupai bentuk anyaman. Motif nitik adalah semacam ceplok yang tersusun oleh garis-garis putus, titik dan variasinya yang tersusun menurut bidang geometris seperti halnya motif ceplok dan motif ganggeng .
e Golongan Motif Kawung
Motif ini menggambarkan biji buah kawung/ buah aren yang tersusun diagonal dua arah. Susunan biji-bijian tersebut sangat rapi yaitu empat buah bentuk oval yang tersusun dalam sebuah lingkaran, pada masa Hindu-Budha motif kawung berasal dari tengkorak seperti yang terdapat dalam arca Ganesha di Blitar namun pada masa Islam motif kawung mengalami pergeseran dalam interpretasi yakni berasal dari buah aren atau kolang-kaling yang memberikan makna eling (ingat).
f Golongan Motif Parang
Ada beberapa tafsiran yang berbeda dalam mengartikan corak ini. Pertama, lukisan parang yang tertekuk adalah pedang yang tidak sempurna atau rusak, sehingga corak ini bermakna kurang baik dan hanya mereka yang memiliki kekuatan tertentu saja yang dapat menangkal pengaruh buruk ragam hias tersebut. Parang rusak juga mempunyai makna sebagai pedang untuk melawan kejahatan dan kebatilan sehingga hanya boleh dipakai oleh orang-orang yang berkuasa yaitu raja dan penguasa. Kedua, corak ini juga diartikan sebagai lambang pertumbuhan, penuh kekuatan, dan kecepatan yang dipresentasikan oleh lambang khas raja yaitu bunga lotus (teratai). Parang rusak juga dinggap simbol kesucian dan kekuatan seperti Tuhan , sedangkan pada motif parang rusak barong menggambarkan roh jahat yang selalu menyerang manusia jadi kain batik dengan motif parang rusak barong ini menggambarkan suatu kekuasaan untuk menyerang musuh (roh jahat) .
2 Ragam hias non-geometris
Motif- motif yang termasuk golongan non-geometris yaitu motif-motif semen dan buketan terang bulan. Motif-motif golongan non-geometris tersusun dari ornamen-ornamen meru, tumbuhan (pohon hayat), candi, burung garuda, naga atau ular yang tersusun secara harmoni tetapi tidak menurut bidang-bidang geometris.
a Golongan Motif Semen
Motif semen melambangkan kekuatan, sumber dari segala keberadaan dan pusat kekuasaan . Semen berasal dari kata “semi” yang artinya tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari hidup dan gerak, dalam kehidupan flora diidentikkan dengan daun. Motif semen pada batik adalah motif yang mengandung gambar meru atau gunung beserta flora dan fauna yang hidup disekitarnya.
b Golongan Motif Buketan dan Terang Bulan
Motif buketan merupakan motif dengan mengambil tumbuh-tumbuhan atau lung-lungan sebagai ornamen atau hiasan yang disusun memanjang selebar kain, sedangkan yang dimaksud dengan terang bulan ialah kain batik yang kebanyakan dibuat untuk wanita (tapih), dibagian bawah terdapat bentuk segitiga atau tumpal.
3 Ragam Hias Stilasi
Pada dasarnya ragam hias stilasi murapakan penyederhanaan dari bentuk, teknik, detail dan anatominya. Stilasi atau penyederhanaan bentuk tersebut banyak diterapkan untuk menciptakan bentuk-bentuk ornamen seperti bentuk-bentuk tumbuhan, binatang dan manusia. Penggambaran bentuk ragam hias baik berupa tumbuhan, hewan maupun manusia secara utuh mengalami stilasi setelah masuknya pengaruh kesenian Islam di Nusantara. Dalam ajaran Islam, penggambaran makhluk hidup baik manusia maupun binatang secara keseluruhan dilarang, sebab menyebabkan penyekutuan terhadap Allah SWT, seperti salah satu haditsh yang diriwayatkan oleh Buchori bahwa “Sesungguhnya orang yang mendapat siksa oleh Allah adalah orang-orang yang membuat gambar” .
4 Ragam Hias Bebas
Penciptaan ragam hias bebas tidak menitik beratkan kepada unsur alam. Bentuk yang ditampilkan tidak sepenuhnya mengambil dari objek alam. Keluwesan dari bentuk-bentuk ragam hias bebas adalah tidak dibatasi oleh unsur-unsur alam saja, ruang lingkupnya lebih luas mulai dari aspek yang realis sampai aspek yang abstrak. Ragam hias bebas lebih banyak ditentukan oleh faktor kreasi. Ragam hias ini banyak memberi keleluasaan bagi para pendesain karena tidak dibatasi oleh kaidah yang baku, sehingga para pendesain banyak mengungkapkan kreasi dan keleluasaan dalam menciptakannya .

G. Perkembangan Bentuk Ragam Hias Batik Tuban
Ragam hias pada batik Tuban berkembang secara bebas dan sangat beragam. Pada mulanya pengrajin batik Tuban tidak menciptakan ragam-ragam hias dari batik tradisonal seperti motif kawung, motif garuda, motif sidomukti, dan geringsing, tetapi dalam perkembangan batik Tuban motif-motif dari batik tradisional tersebut dibuat pada batik Tuban dan diberi nuansa yang berbeda .
Onggal Sihite dalam tesisnya menjelaskan bahwa motif kawung merupakan penggambaran dari daun kelapa yang bentuknya di distorsi dan disusun silang, yang menggambarkan struktur dari jagad raya, pusat persilangannya merupakan sumber energi, dan miniatur dari jagad raya adalah kerajaan dan wakil Tuhan sebagai penguasa jagad raya adalah raja atau sultan selaku penguasa dan wakil Tuhan di muka bumi dalam artian wilayah Kraton. Motif kawung pada batik Tuban dipadukan dengan motif buketan berupa motif lung-lungan dalam bentuk patra gumulung kemudian diberi nama kawung buket. Penciptaan motif kawung yang lain pada batik Tuban juga dipadukan dengan motif-motif binatang seperti kupu-kupu yang terlihat pada motif pecethot beton. Penciptaan motif kawung yang lain pada batik Tuban juga terlihat pada motif dudo brengos, pada motif ini kawung dipadukan dengan motif suluran tepat pada bidang tengah kain.
Penggambaran motif garuda sebagian besar terdapat pada batik-batik tradisional di lingkungan Kraton seperti yang terlihat pada motif lar sawat, garuda ageng, semen gurdha dan sebaginya. Motif garudha pada batik Kraton menyiratkan makna simbolis yang dalam yakni melambangkan mahkota atau penguasa tinggi, sudah barang tentu dalam hal ini diidentikkan dengan eksistensi raja atau sultan sebagai penguasa tertinggi di Kraton yang sekaligus mendapatkan legitimasi dari Tuhan selaku wakil-Nya di dunia yang sesuai dengan gelar yang disandang raja atau sultan. Dalam hal ini yang mampu memelihara ketentraman dengan kuasanya hanyalah raja atau sultan yang dianggap dan dilegitimasikan sebagai wakil Tuhan di muka bumi, dari pada itu hanya raja yang boleh menggunakan motif atau corak ini dengan maksud hanya raja dan penguasa yang mampu dan memiliki kekuatan untuk memelihara dan memberikan keseimbangan berupa perlindungan kepada rakyatnya.
Garuda dalam mithologi Hidhu, dilambangkan sebagai wahana dewa Wisnu, yang juga sebagai simbol khusus Dewa Wisnu (dewa pemelihara) . Selain terdapat pada batik, motif-motif garuda sering dijumpai pada benda-benda kepurbakalaan Indonesia-Hindhu baik pada sebuah arca, candi maupun prasasti. Garuda mempunyai makna simbolis yaitu sebagai kekuatan pembebas seperti halnya cerita tentang Garudeya pada relief candi Kidal, Jawa Timur yang berupaya membebaskan ibunya Sang Winata dari Sang Kadru dengan membawa air Amerta, (A : tidak, Merta : mati) . Jadi, dapat disimpulkan bahwa burung garuda sebagai lambang keabadian seperti perjuangannya untuk mendapatkan air Amerta. Dalam hal ini motif garuda sering muncul pada batik Yogyakarta dan Surakarta. Motif garuda pada batik Tuban digambarkan dengan sepasang sayap setengah terbuka, ditepi masing-masing sayap dirangkai dengan motif sayap tertutup, seolah burung yang sedang hinggap dilihat tampak samping, motif ini disebut sebagai motif garudha mungkur, yang menjadi ciri khas motif garuda versi batik Tuban.
Ragam hias batik dengan motif sidomukti (sido : jadi, mukti : bahagia) memiliki makna sejahtera lahir dan batin. Kain motif ini biasa dipakai sebagai busana pengantin dengan harapan dapat mencapai kebahagiaan, berkecukupan, masa depan yang baik, kasih sayang, dan keluhuran budi setelah memperoleh anugerah dan limpahan-Nya . Batik sidomukti pada batik Tuban dibuat lebih semarak, dalam artian motif sidomukti dari batik Kraton tersebut dipadukan dengan motif ceplok bunga dan motif burung merak serta diberi latar warna coklat soga. Batik sidomukti versi Tuban ini dipercaya oleh masyarakat setempat mampu mendatangakan kebahagiaan khususnya kepada para pengantin yang hendak merajut benang kehidupan yang akan ditempuh. Oleh karena itu, motif batik ini sering dipakai pada acara-acara pernikahan atau biasa disebut panggih.
Pada corak geringsing (isen-isen) tergambarkan susunan bentuk biji buah asam (klungsu : dalam bahasa Jawa), yang latar sejarahnya corak ini termasuk salah satu corak pada batik tua yang juga disebut-sebut pada jaman sebelum Majapahit . Sedang pada corak geringsing pada batik Tuban dibuat lebih semarak dan unik yakni dipadukan dengan motif lunglungan, kupu-kupu, tumbuhan dan burung yang disebut dengan motif geringsing buket. Pada motif lunglungan terdapat tambahan corak tangkai tumbuhan yang berlekuk berkesinambungan yang seringkali juga ditambah dengan lukisan burung (phoenix) berekor panjang berliuk-liuk, yang menjadi motif geringsing khas batik Tuban .
Salah satu pengaruh ragam hias Cina yang menonjol pada perkembangan ragam hias batik Tuban adalah motif batik Lok Chan dengan motif utamanya adalah burung Phunik. Batik Lok Chan pertama kali dibuat di daerah Pantai Utara Jawa Tengah (Rembang, Juwana, Pati, dan Lasem) . Batik Lok Chan kemudian tersebar ke beberapa daerah pantai utara Jawa lainnya seperti, Indramayu, Cirebon, Tuban, serta dipakai pada upacara adat atau sebagai pelengkap busana yang melambangkan kedudukan seseorang . Kun Lestari, dkk dalam bukunya, mengatakan bahwa Tuban letaknya berdekatan dengan Lasem yang dikenal sebagai daerah pembatikan, kedekatan wilayah/lokasi dan hubungan masyarakatnya sangat mungkin menyebabkan kesamaan dalam penciptaan seni termasuk dalam seni membatik dengan corak dan ragam hiasnya sebagai akibat dari adanya proses interaksi antar derah pembatikan. Batik Lok Chan pada batik Tuban disebut batik motif locanan.
Pada batik motif locanan ini menampilkan motif utama burung phunik dan motif tambahan berupa rangkaian daun dan bunga. Motif tambahan tersebut ditampilkan untuk mengisi seluruh bidang di sela-sela motif utamanya. Motif burung phunik digambarkan dengan ukuran yang cukup besar diatur berderet mengikuti alur bidang kain. Kedua sayapnya dilukiskan sedang mengembang, paruh terbuka, dan ekor mencuat tinggi ke atas. Motif burung phunik yang digambarkan dengan kedua sayapnya ke atas, ekor digambarkan pendek (seolah-olah tidak berekor) .


I. Daftar Pustaka

Amri Yahya. 1985. Sejarah Perkembangan Seni Lukis Batik di Indonesia. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Arwan Tuti Artha, Heddy Shri, Ahimsa Putra. 2004. Jejak Masa Lalu Sejuta Warisan Budaya. Yogyakarta: Kunci Ilmu.

Bandi. 1992. Batik Gedog Tuban. Surabaya: Proyek Pembinaan Permuseuman Jawa Timur.

Biranul Annas. 1997. Batik Kraton dan Pesisiran (Sejarah dan Aspek Sosial Budaya). Yayasan Harapan Kita/BP3 TMII.

Casta. 2003. Melacak Sejarah Perkembangan Batik Trusmi Cirebon. Yogyakarta: Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

Dharsono. 2004. Budaya Nusantara (Kajian Konsep Mandala dan Konsep Triloka Terhadap Pohon Hayat Pada Batik Klasik). Bandung: Rekayasa Sains.

Hoop, Van Der A.N.J.Th. a Th. 1949. Indonesische Siermotieven. Uitgegeven Door Het, Koninlijk Bataviaasch Genootschap Van Kunsten en Wetenschappen.

Iwan Tirta. “Simbolisme Dalam Corak dan Warna Batik” dalam majalah femina No. 28/XIII-23 Juli 1985.

Jazir Marzuki. 1964. Batik Pola dan Corak. Jakarta: Djambatan.

Kun Lestari, Tin Suhartini, Hartanto. 2006. Rona Batik Tuban Mantap Menawan. Tuban: Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Tuban.

Kuswaji Kawindrasusanta, “Mengenal Seni Batik di Yogyakarta” dalam Sana-Budaya, Maret 1982.

Mustadji. 2001. Sejarah Kebudayaan Indonesia I. Surabaya: Unesa University Press.

Nian S Djoemena. 1990. Batik dan Mitra Jakarta: Djambatan.
_____________ . 1990. Ungkapan Sehelai Batik. Jakarta: Djambatan.

Onggal Sihite. 1997. Konflik dan Kerjasama pada Masyarakat Pelaku Kesenian Batik Kampung Taman (Tesis). Jakarta : Universitas Indonesia.

Purwadi. 2007. Busana Jawa (Jenis-Jenis Pakaian Adat, Sejarah, Nilai Filosofi dan Penerapannya). Yogyakarta: Pura Pustaka.

Santosa Doellah. 2002. Batik Pengaruh Jaman dan Lingkungan. Surakarta: Danar Hadi.

Saripin. 1960. Sejarah Kesenian Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita.

S.K Sewan Susanto. 1973. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Yogyakarta: Balai Penelitian Batik dan Kerajinan Yogyakarta.

____________ . “Perkembangan dan Pembaharuan Dalam Pembatikan” makalah disampaikan dalam rangka diskusi pembinaan pembatik muda tanggal 12 Nopember 1980.

Soedarsono SP. MA. 1998. Seni Lukis Batik. Yogyakarta : IKIP Negeri Yogyakarta.

Soegeng Toekio. 1987. Mengenal Ragam Hias Indonesia. Bandung: Angkasa.

Tim Penyusun. 1986. Sejarah Industri Batik Indonesia. Yogyakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik.

Tim Penyusun. 2002. Catalogue Several Etnic Motif Design of Indonesia. Yogyakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik.

Thomas Philip Kettly. “Batik dan Kebudayaan Populer”. dalam Prisma Mei 1987.

wawancara dengan pembatik dari desa kedungrejo kecamatan kerek Tuban bernama Uswatun hasanah

Rabu, 03 Maret 2010

Penerapan Metode Giving Questions and Getting Answer Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Mata Pelajaran Matematika Pada Pokok Bahasan Pecahan

Penerapan Metode Giving Questions and Getting Answer Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Mata Pelajaran Matematika Pada Pokok Bahasan Pecahan

oleh : Suminto Fitriantoro, S.Pd

Hakekat Belajar
1 Pengertian Belajar
Banyak orang yang mengartikan tentang penegrtian belajar. Gagnie mengatakan, bahwa belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan seseorang yang dicapai melalui upaya orang itu dan perubahan itu bukan diperoleh secara langsung dari proses pertumbuhan dirinya secara ilmiah (Asri Budiningsih, 2005:3). Travers menagatakan bahwa belajar adalah proses yang menghasilkan penyesuaian tingkah laku (Asri Budiningsih, 2005:3). Sementara itu, Morgan mengatakan ”learning is any relatively permanent change in behavior that is a result of past experience.
Selain definisi-definisi di atas, ada beberapa pengertian lain tentang belajar baik yang bersifat makro maupun mikro. Dalam perspektif makro belajar merupakan kegiatan psiko-fisik-sosio menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Dalam perspektif mikro, belajar diartikan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan. Seperti yang dikatakan Reber, belajar adalah the proses of acquiring knowledge (Mulyati, 2005 : 30).
Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan perilaku yang diakibatkan oleh tranplantasi ilmu pengatahuan. Penguasaan dan penambahan pengetahuan merupakan sebagaian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya.
2 Teori Belajar
Setiap teori pembelajaran memiliki aksentuasi berbeda dalam menjelaskan fenomena belajar. Secara garis besar teori pembelajaran dapat dikategorisasi menjadi yaitu teori perilaku dan teori kognitif.
Teori perilaku berakar pada pemikiran behaviorisme. Berdasarkan perspektif itu pembelajaran diartikan sebagai proses pembentukan perkaitan antara rangsangan (stimulus) dan balas (respon). Pembelajaran merupakan proses pelaziman (pembiasaan) dan hasil pembelajaran yang diharapkan adalah perubahan perilaku berupa kebiasaan (Paul Suparno, 2001 : 23).
Guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran yang sudah siap sehingga tuuan pembelajan yang dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak hanya memberi ceramah tetapi juga contoh-contoh. Bahan pelajaran disusun hierarki dari yang sederhana sampai yang kompleks. Hasil dari pembelajaran dapat diukur dan diamati, kesalahan dapat diperbaiki. Hasil pembelajaran adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan.
Evaluasi pembelajran dalam paradigma behavioristik sering bersifat pasif, terpisah, menuntut satu jawaban benar, dan evaluasi sering dilakukan setelah selesai kegiatan belajar. Sementara evaluasi pembelajaran dalam paradigma konstruktivistik menekankan pada penyusunan makna secara aktif, melibatkan keterampilan terintegrasi dalam kontek nyata, menggali munculnya berfikir divergen, multi solution, dan evaluasi sebagai bagian utuh dalam proses pembelajaran (I Nyoman Sudana, 2005 : 67)
Teori kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik teori belajar kognitif lebih mementingkan proses daripada hasil belajar. Dalam teori ini lebih dititik beratkan pada teori perkembangan kognitif menurut Jean Piaget. Piaget mengemukakan bahwa perkembangan kognitif merupakan prose genetic. Artinya, perkembangan kognitif adalah proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan system saraf. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, individu itu akan mengalami adaptasi intelektual yang menyebabkan perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi 4 yaitu, sensory motor, pre- operation, concrete operation dan formal operation.
3. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa
1. Informasi verbal yaitu kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentk bahasa,baik lisan maupun tertulis.
2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang . keterampilan intelektual terdiri dari diskriminasi jamak. Konsep konkrit dan terdifinisi srta prinsip.
3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivias kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek tersebut.
(Cece Wijaya, 1999 : 19)
Menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Di samping itu ranah psikomotor mencakup keterampilan produktif, tekhnik, fisik,social, managerial, dan intelektual (Dave Meier, 2002 : 25).



B. Motivasi Belajar
Dalam proses pembelajaran matematika kelas III semester II SDN Kemlaten 01 dirasakan kurang efektif. Kurang efektifnya pembelajaran karena siswa merasa jenuh atau bosan terhadap metode penyampaian materi yang digunakan oleh guru yaitu metode ceramah. Kebosanan ini menyebabkan motivasi belajar siswa rendah. Rendahnya belajar sejarah pada siswa berpengaruh terhadap prestasi belajarnya. Karena motivasi belajar mempunyai hubungan yang signifikan terhadap prestasi belajar.Motivasi belajar merupakan komponen yang sangat penting yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pembelajaran.
Mc.Donald mengatakan,motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif(perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan (Oemar Hamalik, 2002 : 114). Motivasi merupakan dorongan dari dalamdiri seseorang untuk melakukan sesuatu.Motivasi merupakan kekuatan yang mendorong manusia untuk mencapai tujuan yang sebelumnya sudah direncanakan. Dalam hubungannya dengan kegiatan belejar motivasi merupakan faktor penggerak untuk belajar jika siswa sudah termotivasi untuk belajar maka siswa akan menganggap bahwa belajar merupakan kebutuhannya.
Motivasi membangkitkan rasa “butuh” siswa terhadap sesuatu yang akan mereka rencanakan.Abraham Maslow mengkaitkan antara motivasi dengan kebutuhan yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, rasa cinta, penghargaan aktualisasi diri, mengetahui, mengerti dan kebutuhan estetik (Hamzah B Uno, 2006 : 1). Jika dalam aktivitas belajar siswa merasa “membutuhkan” berarti siswa tersebut memiliki motivasi yang tingg,sudah barang tentu ia akan belajar dengan sungguh-sungguh. Dilihat dari sudut pandangnya motivasi dibedakan jadi 2 yaitu motivasi intrinstik dan motivasi ekstrinstik.
1. Motivasi intrinstik
Motivasi intrinstik yaitu motif-motif yang menjadi aktif atau fungsinya tidak perlu dirangsang dari luar,melainkan timbul dari dirio seseorang.
2. Motivasi ektrinstik
Motivasi ektrinstik yaitu motif-motif yang menjadi aktif atau fungsinbya jika dirangsang dari luar .Dalam kegiatan belajar mengajar untuk mewujudkan motivasi ektrinstik siswa adalah peran guru.Bagaimana guru mampu menciptakan suasana belajar yang menarik dan menyengkan, sehingga siswa tidak merasa jenuh atau bosan berada di dalam kelas (Syaiful Bahri, 2002 : 115).
Ada berbagai macam motivasi dalambelajar antara lain:
a. Motivasi dilihat dari dasar pembentukan
b. Motivasi menurut pembagian Wood Worth dan Marquis
c. Motivasi jasmani dan rohani
d. Motivasi intrinstik dan ektrinstik
Motivasi dilihat dari dasar pembentukan,dibagi menjadi 2macam yaitu:
a. Motivasi bawahan adalah motivasi yang dilihat dari sejak lahir dan tanpa dipelajari,misalnya:motivasi untuk makan minum,bekerja,dll.
b. Motivasi yang dipelajari adalah motivasi yang timbul karena dipelajari,misalnya:motivasi untuk mengajar.
Motivasi menurut pembagian Wood Worth dan Marquis,dibagi menjadi 3 macam yaitu :
a. Motivasi kebutuhan organis,contoh : kebutuhan makan, minum, dsb.
b. Motivasi darurat, contoh: motivasi menyelamatkan diri, membalas, memburu.
c. Motivasi obyektif, contoh melakukan manipulasi, menaruh minat, dsb.
(Sardiman, 2007 : 86-90)
Motivasi berpengaruh kuat terhadap Proses Belajar Mengajar karena motivasi mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi motivasi sebagai motor melepaskan energi.
b. Menentukan arah tujuan yang dicapai.
c. Menyeleksi perbuatan yakni menentukan perbuatan yang dikerjakan.
Guru sangat berperan dalam meningkatkan motivasi belajar siswa. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan guru dalam meningkatkan motivasi belajar siswa yaitu:
a. Mempersiapkan untuk menggunakan cara atau metode dan media pengajaran yang bervariasi.
b. Merencanakan dan memilih bahan yang menarik minat dan dibutuhkan siswa.
c. Memberikan sasaran akhir belajar adalah lulus ujian atau naik kelas.
d. Memberikan kesempatan untuk sukses.
e. Diciptakan suasana belajar yang menyenangkan, suasana belajar yang sangat berisi rasa persahabatan, ada rasa humor, pengakuan akan keberadaan siswa, terhindar dari celaan dan makian.
f. Adakan persaingan sehat karena persaingan dan kompetisi yang sehat dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
(Syaiful Sagala, 2006 : 152-153)

C. Metode Pembelajaran Giving Questions and Getting Answer
1. Pengertian Metode Giving questions and getting answer
Menurut Surakhmad (1990:95) metode merupakan cara yang di dalam fungsinya merupakan alat unutk mencapai suatu tujuan. Sedangkan metode mengajar menurut Rusefendi (1988:281) adalah cara mengajar atau cara menyampaikan materi pelajaran kepada siswa unutk setiap pelajaran atau bidang studi. Hal ini dipertegas oleh Hasibun (1993:3) bahwa metode mengajar adalah alat yang dapat merupakan bagian dari perangkat alat dan cara dalam pelaksanaan suatu belajar mengajar untuk mencapai tujuan belajar.
Metode pembelajaran giving questions and getting answer merupakan implementasi dari strategi pembelajaran kontrukstivistik yang menempatkan siswa sebagai subyek dalam pembelajaran. Artinya, siswa mampu merenkontruksi pengetahuannya sendiri sedangkan guru hanya sebagai fasilitator saja. Metode giving questions and getting answer ditemukan oleh Spancer Kagan, orang berkebangsaan Swiss pada tahun 1963. Metode ini dikembangkan untuk melatih siswa memiliki kemampuan dan ketrampilan bertanya dan menjawab pertanyaan, karena pada dasarnya metode tersebut merupakan modifikasi dari metode Tanya jawab yang merupakan kolaborasi dengan menggunakan potongan-potongan kertas sebagai medianya.
Kegiatan bertanya dan menjawab merupakan hal yang sangat esensial dalam pola interaksi antara guru dan siswa. Mudjiono mengatakan, bahwa kegiatan bertanya dan menjawab yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam proses belajar mengajar mampu menumbuhkan pengetahuan baru pada diri siswa (Mudjiono, 1991 : 40) . Metode giving questions and getting answer dapat dilakukan bersamaan dengan metode ceramah, agar siswa tidak dalam keadaan blank mind. Metode ceramah sebagai dasar agar siswa mendapatkan pengetahuan dasar (prior knowledge).
Dengan demikian siswa akan menjadi aktif dalam proses belajar mengajar dan mampu merekonstruksi pengetahuan yang dimilikinya, sedangkan guru hanya bertindak sebagai fasilitator. Adapun langkah-langkah penerapan metode givim\ng question and getting answer sebagai berikut:
a. Bagikan dua potong kertas kepada tiap siswa, kertas satu merupakan kartu untuk bertanya dan kertas kedua kartu untuk menjawab.
b. Kartu bertanya digunakan untuk ketika mengajukan pertanyaan, sebaliknya kartu menjawab digunakan untuk menjawa pertanyaan.
c. Mintalah semua siswa untuk menulis nama lengkap beserta nomor absensi di balik kartu-kartu tersebut.
d. Guru bisa mengawali penjelasan materi dengan menggunakan metode ceramah dan menyisakan waktu untuk dibuka sesi Tanya jawab.
e. Pada sesi Tanya jawab siswa dituntut untuk menghabiskan kartu-kartunya, dan apabila ada diantara mereka yang kartunya masih utuh dapat dikenakan hukuman.
f. Terakhir guru membuat kesimpulan atas sesi Tanya jawab tersebut.
2. Tujuan Metode Giving Questions and Getting Answer
Penerapan metode giving questions and getting answer dalam suatu proses belajar mengajar bertujuan untuk:
a. Mengecek pemahaman para siswa sebagai dasar perbaikan proses belajar mengajar.
b. Membimbing usaha para siswa untuk memperoleh suatu keterampilan kognitif maupun social
c. Memberikan rasa senang pada siswa.
d. Merangsang dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa.
e. Memotivasi siswa agar terlibat dalam interaksi.
f. Melatih kemampuan mengutarakan pendapat.
g. Mencapai tujuan belajar.
3. beberapa kelebihan dan kekurangan dari metode giving questions and getting answer
a. kelebihan penerapan metode giving questions and getting answer adalah:
1. susunan lebih menjadi aktif.
2. Anak mendapat kesempatan baik secara individu maupun kelompok untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti.
3. Guru dapat mengetahui penguasaan anak terhadap materi yang disampaikan.
4. Mendorong anak untuk berani mengajukan pendapatnya.
b. kelemahan penerapan metode giving questions and getting answer adalah:
1. pertanyaan pada hakekatnya sifatnya hanya hafalan.
2. Proses Tanya jawab yang berlangsung secara terus menerus akan menyimpang dari pokok bahasan yang sedang dipelajari.
3. Guru tidak mengetahui secara pasti apakah anak yang tidak mengajukan pertanyaan ataupun menjawab telah memahami dan menguasai materi yang telah diberikan.

D. Hubungan Metode Giving Questions and Getting Answer Dengan Motivasi Belajar Matematika
Matematika sifatnya hirarkhis yaitu apa yang disampaikan dalam kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan materi. Belajar matematika yang terputus-putus akan mengganggu proses belajar mengajar, sedangkan mengajar matematika merupakan suatu kegiatan guru untuk memberikan arahan/ bimbingan kepada siswa tentang materi matematika yang sedang dipelajari untuk mendapatkan pengatahuan, ketrampilan, kemampuan, dan sikap tentang matematika.
Motivasi belajar denganmetode pembelajaran mempunyai hubungan yang signifikan. Motivasi belajar dan metode pembelajaran merupakan aspek terpenting dalam menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Motivasi merupakan dorongan untuk melakukan belajar. Jika siswa termotivasi dalam belajar maka siwa merasa bahwa belajar merupakan kebutuhannya. Tanpa adanya motivasi belajar, siswa tidak akan melakukan aktivitas belajar. Dalam proses belajar, motivasi siswa dipengaruhi oleh dua factor yaitu factor dari dalam diri siswa itu sendiri dan factor dari luar diri siswa. Factor dari luar diri siswa dalam proses belajar mengajar itu salah satunya dipengaruhi oleh metode pembelajaran oleh guru. Metode pembelajaran merupakan implementasi dari strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran merupakan rencana untuk mengembangkan ruang lingkup materi pelajaran. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat dan efektif mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga memepengaruhi motivasi belajar siswa. Jadi pemilihan metode pembelajaran menentukan tinggi rendahnya motivasi belajar siswa.



Hakekat Belajar
1 Pengertian Belajar
Banyak orang yang mengartikan tentang penegrtian belajar. Gagnie mengatakan, bahwa belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan seseorang yang dicapai melalui upaya orang itu dan perubahan itu bukan diperoleh secara langsung dari proses pertumbuhan dirinya secara ilmiah (Asri Budiningsih, 2005:3). Travers menagatakan bahwa belajar adalah proses yang menghasilkan penyesuaian tingkah laku (Asri Budiningsih, 2005:3). Sementara itu, Morgan mengatakan ”learning is any relatively permanent change in behavior that is a result of past experience.
Selain definisi-definisi di atas, ada beberapa pengertian lain tentang belajar baik yang bersifat makro maupun mikro. Dalam perspektif makro belajar merupakan kegiatan psiko-fisik-sosio menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Dalam perspektif mikro, belajar diartikan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan. Seperti yang dikatakan Reber, belajar adalah the proses of acquiring knowledge (Mulyati, 2005 : 30).
Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan perilaku yang diakibatkan oleh tranplantasi ilmu pengatahuan. Penguasaan dan penambahan pengetahuan merupakan sebagaian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya.
2 Teori Belajar
Setiap teori pembelajaran memiliki aksentuasi berbeda dalam menjelaskan fenomena belajar. Secara garis besar teori pembelajaran dapat dikategorisasi menjadi yaitu teori perilaku dan teori kognitif.
Teori perilaku berakar pada pemikiran behaviorisme. Berdasarkan perspektif itu pembelajaran diartikan sebagai proses pembentukan perkaitan antara rangsangan (stimulus) dan balas (respon). Pembelajaran merupakan proses pelaziman (pembiasaan) dan hasil pembelajaran yang diharapkan adalah perubahan perilaku berupa kebiasaan (Paul Suparno, 2001 : 23).
Guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran yang sudah siap sehingga tuuan pembelajan yang dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak hanya memberi ceramah tetapi juga contoh-contoh. Bahan pelajaran disusun hierarki dari yang sederhana sampai yang kompleks. Hasil dari pembelajaran dapat diukur dan diamati, kesalahan dapat diperbaiki. Hasil pembelajaran adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan.
Evaluasi pembelajran dalam paradigma behavioristik sering bersifat pasif, terpisah, menuntut satu jawaban benar, dan evaluasi sering dilakukan setelah selesai kegiatan belajar. Sementara evaluasi pembelajaran dalam paradigma konstruktivistik menekankan pada penyusunan makna secara aktif, melibatkan keterampilan terintegrasi dalam kontek nyata, menggali munculnya berfikir divergen, multi solution, dan evaluasi sebagai bagian utuh dalam proses pembelajaran (I Nyoman Sudana, 2005 : 67)
Teori kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik teori belajar kognitif lebih mementingkan proses daripada hasil belajar. Dalam teori ini lebih dititik beratkan pada teori perkembangan kognitif menurut Jean Piaget. Piaget mengemukakan bahwa perkembangan kognitif merupakan prose genetic. Artinya, perkembangan kognitif adalah proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan system saraf. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, individu itu akan mengalami adaptasi intelektual yang menyebabkan perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi 4 yaitu, sensory motor, pre- operation, concrete operation dan formal operation.
3. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa
1. Informasi verbal yaitu kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentk bahasa,baik lisan maupun tertulis.
2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang . keterampilan intelektual terdiri dari diskriminasi jamak. Konsep konkrit dan terdifinisi srta prinsip.
3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivias kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek tersebut.
(Cece Wijaya, 1999 : 19)
Menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Di samping itu ranah psikomotor mencakup keterampilan produktif, tekhnik, fisik,social, managerial, dan intelektual (Dave Meier, 2002 : 25).



B. Motivasi Belajar
Dalam proses pembelajaran matematika kelas III semester II SDN Kemlaten 01 dirasakan kurang efektif. Kurang efektifnya pembelajaran karena siswa merasa jenuh atau bosan terhadap metode penyampaian materi yang digunakan oleh guru yaitu metode ceramah. Kebosanan ini menyebabkan motivasi belajar siswa rendah. Rendahnya belajar sejarah pada siswa berpengaruh terhadap prestasi belajarnya. Karena motivasi belajar mempunyai hubungan yang signifikan terhadap prestasi belajar.Motivasi belajar merupakan komponen yang sangat penting yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pembelajaran.
Mc.Donald mengatakan,motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif(perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan (Oemar Hamalik, 2002 : 114). Motivasi merupakan dorongan dari dalamdiri seseorang untuk melakukan sesuatu.Motivasi merupakan kekuatan yang mendorong manusia untuk mencapai tujuan yang sebelumnya sudah direncanakan. Dalam hubungannya dengan kegiatan belejar motivasi merupakan faktor penggerak untuk belajar jika siswa sudah termotivasi untuk belajar maka siswa akan menganggap bahwa belajar merupakan kebutuhannya.
Motivasi membangkitkan rasa “butuh” siswa terhadap sesuatu yang akan mereka rencanakan.Abraham Maslow mengkaitkan antara motivasi dengan kebutuhan yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, rasa cinta, penghargaan aktualisasi diri, mengetahui, mengerti dan kebutuhan estetik (Hamzah B Uno, 2006 : 1). Jika dalam aktivitas belajar siswa merasa “membutuhkan” berarti siswa tersebut memiliki motivasi yang tingg,sudah barang tentu ia akan belajar dengan sungguh-sungguh. Dilihat dari sudut pandangnya motivasi dibedakan jadi 2 yaitu motivasi intrinstik dan motivasi ekstrinstik.
1. Motivasi intrinstik
Motivasi intrinstik yaitu motif-motif yang menjadi aktif atau fungsinya tidak perlu dirangsang dari luar,melainkan timbul dari dirio seseorang.
2. Motivasi ektrinstik
Motivasi ektrinstik yaitu motif-motif yang menjadi aktif atau fungsinbya jika dirangsang dari luar .Dalam kegiatan belajar mengajar untuk mewujudkan motivasi ektrinstik siswa adalah peran guru.Bagaimana guru mampu menciptakan suasana belajar yang menarik dan menyengkan, sehingga siswa tidak merasa jenuh atau bosan berada di dalam kelas (Syaiful Bahri, 2002 : 115).
Ada berbagai macam motivasi dalambelajar antara lain:
a. Motivasi dilihat dari dasar pembentukan
b. Motivasi menurut pembagian Wood Worth dan Marquis
c. Motivasi jasmani dan rohani
d. Motivasi intrinstik dan ektrinstik
Motivasi dilihat dari dasar pembentukan,dibagi menjadi 2macam yaitu:
a. Motivasi bawahan adalah motivasi yang dilihat dari sejak lahir dan tanpa dipelajari,misalnya:motivasi untuk makan minum,bekerja,dll.
b. Motivasi yang dipelajari adalah motivasi yang timbul karena dipelajari,misalnya:motivasi untuk mengajar.
Motivasi menurut pembagian Wood Worth dan Marquis,dibagi menjadi 3 macam yaitu :
a. Motivasi kebutuhan organis,contoh : kebutuhan makan, minum, dsb.
b. Motivasi darurat, contoh: motivasi menyelamatkan diri, membalas, memburu.
c. Motivasi obyektif, contoh melakukan manipulasi, menaruh minat, dsb.
(Sardiman, 2007 : 86-90)
Motivasi berpengaruh kuat terhadap Proses Belajar Mengajar karena motivasi mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi motivasi sebagai motor melepaskan energi.
b. Menentukan arah tujuan yang dicapai.
c. Menyeleksi perbuatan yakni menentukan perbuatan yang dikerjakan.
Guru sangat berperan dalam meningkatkan motivasi belajar siswa. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan guru dalam meningkatkan motivasi belajar siswa yaitu:
a. Mempersiapkan untuk menggunakan cara atau metode dan media pengajaran yang bervariasi.
b. Merencanakan dan memilih bahan yang menarik minat dan dibutuhkan siswa.
c. Memberikan sasaran akhir belajar adalah lulus ujian atau naik kelas.
d. Memberikan kesempatan untuk sukses.
e. Diciptakan suasana belajar yang menyenangkan, suasana belajar yang sangat berisi rasa persahabatan, ada rasa humor, pengakuan akan keberadaan siswa, terhindar dari celaan dan makian.
f. Adakan persaingan sehat karena persaingan dan kompetisi yang sehat dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
(Syaiful Sagala, 2006 : 152-153)

C. Metode Pembelajaran Giving Questions and Getting Answer
1. Pengertian Metode Giving questions and getting answer
Menurut Surakhmad (1990:95) metode merupakan cara yang di dalam fungsinya merupakan alat unutk mencapai suatu tujuan. Sedangkan metode mengajar menurut Rusefendi (1988:281) adalah cara mengajar atau cara menyampaikan materi pelajaran kepada siswa unutk setiap pelajaran atau bidang studi. Hal ini dipertegas oleh Hasibun (1993:3) bahwa metode mengajar adalah alat yang dapat merupakan bagian dari perangkat alat dan cara dalam pelaksanaan suatu belajar mengajar untuk mencapai tujuan belajar.
Metode pembelajaran giving questions and getting answer merupakan implementasi dari strategi pembelajaran kontrukstivistik yang menempatkan siswa sebagai subyek dalam pembelajaran. Artinya, siswa mampu merenkontruksi pengetahuannya sendiri sedangkan guru hanya sebagai fasilitator saja. Metode giving questions and getting answer ditemukan oleh Spancer Kagan, orang berkebangsaan Swiss pada tahun 1963. Metode ini dikembangkan untuk melatih siswa memiliki kemampuan dan ketrampilan bertanya dan menjawab pertanyaan, karena pada dasarnya metode tersebut merupakan modifikasi dari metode Tanya jawab yang merupakan kolaborasi dengan menggunakan potongan-potongan kertas sebagai medianya.
Kegiatan bertanya dan menjawab merupakan hal yang sangat esensial dalam pola interaksi antara guru dan siswa. Mudjiono mengatakan, bahwa kegiatan bertanya dan menjawab yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam proses belajar mengajar mampu menumbuhkan pengetahuan baru pada diri siswa (Mudjiono, 1991 : 40) . Metode giving questions and getting answer dapat dilakukan bersamaan dengan metode ceramah, agar siswa tidak dalam keadaan blank mind. Metode ceramah sebagai dasar agar siswa mendapatkan pengetahuan dasar (prior knowledge).
Dengan demikian siswa akan menjadi aktif dalam proses belajar mengajar dan mampu merekonstruksi pengetahuan yang dimilikinya, sedangkan guru hanya bertindak sebagai fasilitator. Adapun langkah-langkah penerapan metode givim\ng question and getting answer sebagai berikut:
a. Bagikan dua potong kertas kepada tiap siswa, kertas satu merupakan kartu untuk bertanya dan kertas kedua kartu untuk menjawab.
b. Kartu bertanya digunakan untuk ketika mengajukan pertanyaan, sebaliknya kartu menjawab digunakan untuk menjawa pertanyaan.
c. Mintalah semua siswa untuk menulis nama lengkap beserta nomor absensi di balik kartu-kartu tersebut.
d. Guru bisa mengawali penjelasan materi dengan menggunakan metode ceramah dan menyisakan waktu untuk dibuka sesi Tanya jawab.
e. Pada sesi Tanya jawab siswa dituntut untuk menghabiskan kartu-kartunya, dan apabila ada diantara mereka yang kartunya masih utuh dapat dikenakan hukuman.
f. Terakhir guru membuat kesimpulan atas sesi Tanya jawab tersebut.
2. Tujuan Metode Giving Questions and Getting Answer
Penerapan metode giving questions and getting answer dalam suatu proses belajar mengajar bertujuan untuk:
a. Mengecek pemahaman para siswa sebagai dasar perbaikan proses belajar mengajar.
b. Membimbing usaha para siswa untuk memperoleh suatu keterampilan kognitif maupun social
c. Memberikan rasa senang pada siswa.
d. Merangsang dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa.
e. Memotivasi siswa agar terlibat dalam interaksi.
f. Melatih kemampuan mengutarakan pendapat.
g. Mencapai tujuan belajar.
3. beberapa kelebihan dan kekurangan dari metode giving questions and getting answer
a. kelebihan penerapan metode giving questions and getting answer adalah:
1. susunan lebih menjadi aktif.
2. Anak mendapat kesempatan baik secara individu maupun kelompok untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti.
3. Guru dapat mengetahui penguasaan anak terhadap materi yang disampaikan.
4. Mendorong anak untuk berani mengajukan pendapatnya.
b. kelemahan penerapan metode giving questions and getting answer adalah:
1. pertanyaan pada hakekatnya sifatnya hanya hafalan.
2. Proses Tanya jawab yang berlangsung secara terus menerus akan menyimpang dari pokok bahasan yang sedang dipelajari.
3. Guru tidak mengetahui secara pasti apakah anak yang tidak mengajukan pertanyaan ataupun menjawab telah memahami dan menguasai materi yang telah diberikan.

D. Hubungan Metode Giving Questions and Getting Answer Dengan Motivasi Belajar Matematika
Matematika sifatnya hirarkhis yaitu apa yang disampaikan dalam kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan materi. Belajar matematika yang terputus-putus akan mengganggu proses belajar mengajar, sedangkan mengajar matematika merupakan suatu kegiatan guru untuk memberikan arahan/ bimbingan kepada siswa tentang materi matematika yang sedang dipelajari untuk mendapatkan pengatahuan, ketrampilan, kemampuan, dan sikap tentang matematika.
Motivasi belajar denganmetode pembelajaran mempunyai hubungan yang signifikan. Motivasi belajar dan metode pembelajaran merupakan aspek terpenting dalam menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Motivasi merupakan dorongan untuk melakukan belajar. Jika siswa termotivasi dalam belajar maka siwa merasa bahwa belajar merupakan kebutuhannya. Tanpa adanya motivasi belajar, siswa tidak akan melakukan aktivitas belajar. Dalam proses belajar, motivasi siswa dipengaruhi oleh dua factor yaitu factor dari dalam diri siswa itu sendiri dan factor dari luar diri siswa. Factor dari luar diri siswa dalam proses belajar mengajar itu salah satunya dipengaruhi oleh metode pembelajaran oleh guru. Metode pembelajaran merupakan implementasi dari strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran merupakan rencana untuk mengembangkan ruang lingkup materi pelajaran. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat dan efektif mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga memepengaruhi motivasi belajar siswa. Jadi pemilihan metode pembelajaran menentukan tinggi rendahnya motivasi belajar siswa.

KERTANEGARA

REFLEKSI KEPEMIMPINAN KERTANEGARA

Oleh:
Suminto Fitriantoro, S.Pd

A. Abstrak

Kertanegara represent figure a coherent and smart leader, and also major nation integrity. Experiences of Kertanegara during becoming young king below its father tuition of Wisnuwardhana form its personality as a leader. During becoming leader of Kertanegara can bring Singhasari his golden top, He arrange governance of home affairs systematically, and also overseas politics of him focussed by extension of cakramandala. Coherence of stand-out Kertanegara of its attitude refuse eamperor of Kubhlai Khan to confess power of Empire of Tiongkok. Deduction conducted by Kertanegara that is by harsh namely hurt face of Meng Ki, courier of Kubhlai Khan. Action mentioned as betrayal form to glorious emperor of Kubhlai Khan which is on at that time have wide of power area.

Kata Kunci : Pemimpin, Kertanegara


B. Biografi Singkat Kertanegara
Banyak orang yang belum mengenal figur kepemimpinan Kertanegara. Kertanegara dilahirkan dari kasta ksatria, Ia merupakan keturunan dari raja-raja yang berkuasa di Singhasari. Kertanegara merupakan raja terakhir yang mampu mengusung Singhasari menuju puncak kejayaannya. Kertanegara adalah anak dari Wisnuwardhana dengan Jayawardhani raja Singhasari yang keempat. Wisnuwardhana adalah anak dari Anusapati, dan Anusapati adalah anak dari Ken Dedes dengan Tunggul Ametung. Jadi, dapat dikatakan bahwa Kertanegara adalah cicit dari Tunggul Ametung. Namun, yang menjadi pendiri sekaligus raja pertama kerajaan Singhasari adalah Ken Angrok. Ken Angrok adalah anak dari Ken Endok, anak desa yang berasal dari sebelah timur gunung kawi. Ia adalah anak yang nakal, suka mencuri, memperkosa bahkan membunuh. Atas anjuran Dahyang Lohgawe, Ia menghamba kepada Tunggul Ametung di Tumapel. Dalam pararaton dijelaskan bahwa, ketika Ken Angrok melihat rahsya (anunya) Ken Dedes yang memancarkan cahaya ketika kainnya tersingkap pada waktu turun dari tandu, menumbuhkan gairah nafsu birahi Ken Angrok, hingga keinginannya untuk mempersunting Ken Dedes kemudian membunuh suaminya yaitu Tunggul Ametung. Setelah berhasil membunuh Tunggul Ametung dan mempersunting Ken Dedes, kemudian Ia menjadi seorang akuwu di Tumapel (R. Pitono, 1965: 144).
Setelah lama menjadi akuwu di Tumapel, suatu hari Ken Angrok didatangi para Brahmana dari Daha Kediri. Mereka datang meminta bantuan kepada Ken Angrok atas tindakan raja Kediri yaitu Kertajaya (dalam sumber babad tanah Jawi disebut prabu Dandang Gendis). Atas desakan kaum brahmana, akhirnya berangkatlah Ken Angrok untuk memberontak kepada Kertajaya dengan menggunakan nama Bathara Guru. Setelah berhasil mengalahkan prabu Dandang Gendis dari Kediri, Ken Angrok dinobatkan menjadi Raja Singhasari dengan gelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi atau sebagai Wangsa Girindra, artinya keturunan dari Girindra atau Siwa ( R. Pitono, 1961 : 144). Selama berdiri, kerajaan Singhasari diperintah oleh lima raja berturut-turut, baik keturunan dari Tunggul Ametung maupun Ken Angrok. Dalam sejarah Singhasari-Majapahit putra-putri Ken Angrok memegang peranan penting yakni menurunkan raja-raja Singhasari Majapahit, seperti Mahisa Wonga Teleng dan Anusapati. Mahisa Wonga Teleng menurunkan Raden Wijaya yang kemudian menjadi raja pertama Majapahit. Sementara Anusapati menurunkan raja Kertanegara sebagai raja terakhir yang terkemuka di Singhasari.(Slamet Mulyana, 1965 : 102).
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa raja yang paling terkemuka diantara raja-raja yang pernah berkuasa di Singhasari adalah Kertanegara. Prasasti “Mula Malurung” yang berangka tahun 1255 M, menerangkan bahwa pada waktu Kertanegara sebagai putra mahkota (Narryan Murdhaja), Ia sebagai raja muda yang memerintah di suatu daerah di bawah bimbingan sang ayah (Wisnuwardhana). Hal ini memberikan inisiatif tersendiri bagi Kertanegara atas pengalaman-pengalamannya menjadi seorang pemimpin serta membentuk karakter sifat Kertanegara (Mawarti Djoened Poesponegoro, 1992 : 339).

C. Pandangan Politik Kertanegara
Bermodal dari pengalamannya ketika menjadi raja muda, Kertanegara mempunyai pandangan politik yang luas, baik politik dalam negeri maupun politik luar negeri. Setelah Wisnuwardhana wafat, Kertanegara tampil kemuka dalam singgasana menggantikan sang ayah menjadi raja Singhasari. Prasasti Mula Malurung 1255 M, memberikan informasi bahwa, ketika Kertanegara sebagai raja muda, Ia memerintah dibawah bimbingan ayahnya (Wisnuwardhana). Pengalamannya menjadi raja muda sudah barang tentu membentuk kepribadian bagi Kertanegara. Adapun sifat Kertanegara itu sebagai Berikut:
1. Terlalu ambisius, dalam hal ini Kertanegara mempunyai semangat yang tinggi dalam upayanya untuk mencapai cita-cita.
2. Mempunyai pandangan yang luas, artinya Kertanegara tidak kuper atau kurang pergaulan.
3. Cakap dan bersikap tegas, hal ini terkait dalam bidang pemerintahan. Sikap tegas Kertanegara dapat ditunjukkan ketika Ia menolak ultimatum Kaisar Kublai Khan yang menyuruhnya untuk tunduk di bawah kekuasaan Kaisar Cina itu. Penolakan itu dilakukan Kertanegara dengan cara melukai wajah (memotong telinga) Men Khi utusan Kaisar Kublai Khan. Hal ini merupakan penghinaan besar bagi kaisar khan agung.
4. Seorang ahli negara yang ulung, Ia mengatur struktur pemerintahan yang sistematis.
5. Mempunyai pengetahuan yang tinggi terutama di bidang agama, dalam hal ini Ia menulis sebuah buku Rajapatigundala.
6. Ia sebagai pemimpin yang menghormati kebebasan beragama.
7. Kurang hati-hati atau terburu-buru, hal ini terlihat jelas ketika Ia melakukan penyerangan ke Cina, tanpa menghiraukan musuh dalam selimut yaitu Jayakatwang dari Kediri yang pada waktu itu di bawah kekuasaanya.
8. Mudah percaya kepada orang lain.
Pandangan politik Kertanegara untuk mengatur pemerintahan dalam negeri mempunyai dua sasaran utama yaitu kelancaran pemerintahan dan stabilisasi. Untuk mendukung politiknya itu, langkah pertama yang dilakukan oleh Kertanegara adalah memecat patihnya bernama Raganata dan menggantinya dengan Kebo Tengah Apanji Aragani. Pemecatan itu dilakukan karena Mapatih Raganata tidak menyetujui pandangan politik baru Kertanegara untuk mempersatukan Nusantara (R. Pitono, 1961 : 156). Raganata tidak menyetujui politik Kertanegara itu karena menurut pendapatnya bahwa keamanan dalam negeri harus lebih diutamakan (Slamet Mulyono, 1965 : 129).
Pandangan politik kedua Kertanegara untuk mengatur stabilitas negaranya adalah merangkul Kediri ke dalam kekuasaanya. Hal ini dilakukan dengan cara, mengangkat Jayakatwang sebagai wakil raja Kediri. Jayatkatwang merupakan keturunan dari Kertajaya raja terakhir Kediri yang berhasil dikalahkan oleh Ken Angrok. Usaha ini dilakukan dengan tujuan untuk mengikat sifat Jayakatwang yang ambisius. Kemudian mengangkat putra Jayakatwang yang bernama Ardharaja sebagai menantu dan mengangkat Banyak Wide, seorang pejabat rendah di Istana menjadi Bupati di Sumenep dengan Arya Wiraradja. Kertanegara juga menikahkan adik perempuannya bernama Turukbali dengan Jayakatwang. (R. Pitono, 1961 : 156). Pandangan politik dalam negeri Kertanegara ini terhambat oleh adanya pemberontakan-pemberontakan dalam negeri, namun akhirnya dapat dipadamkan. Pemberontakan pertama adalah pemberontakan Khalana Bhaya (Cayaraja) yang terjadi pada tahun 1270 M, disusul dengan pemberontakan Mahisa Rangkah pada tahun 1280 M (R.Pitono, 1961 : 154). Kertanegara mengatur susunan pemerintahannya secara sistematis. Pemerintahan tertinggi di pegang oleh seorang raja yakni Kertanegara sebagai penguasa tunggal, kedudukan kedua ditempati oleh Dewan Penasehat Raja yang terdiri dari Rakaryan I Hino, Rakaryan I Halu dan Rakaryan I Sirikan, dan kedudukan terakhir ditempati oleh Pejabat Tinggi Kerajaan yang terdiri dari Rakaryan Mapatih, Rakryan Demang, dan Rakaryan Kanuruhan. Susunan pemerintahan ini yang kemudian berlanjut sampai pada kerajaan Majapahit.
Pandangan politik luar negeri Kertanegara di fokuskan pada wawasan “cakramandala”. Dalam mengembangkan sayapnya, Kertanegara merangkul kerajaan-kerajaan di pantai Asia Tenggara dan Cina Selatan sebagai mitra sejati. Dalam hal ini Kertanegara bersahabat dengan negeri Campa (Sartono Kartodirdjo, 1993 : 51). Hal ini terbukti dalam prasasti Po Sah dekat Phanrang yang berangka tahun 1306 M yang memberi informasi bahwa Raja Campa Jaya Simihawamana III mempunyai salah seorang permaisuri yang bernama Tapasi. Ia adalah adik Kertanegara (N.J. Kroom, 1954 : 182). Penakhlukan di berbagai daerah juga dilakukan oleh Kertanegara, penakhlukan yang pertama dikenal dengan ekspedisi pamalayu yakni penakhlukan terhadap Sriwijaya pada tahun 1275 M. Penakhlukan atas Sriwijaya ini dikarenakan faktor ekonomi, yakni terkait dengan pelabuhan Malayu yang pada waktu masih dikuasai oleh Sriwijaya, pelabuhan ini sangat ramai dan banyak dikunjungi oleh kapal-kapal asing dari India dan Tiongkok. Selanjutnya penaklhukan juga dilakukan oleh Kertanegara atas Bali pada tahun 1284 M (H.J. Van Den Berg dkk, 1952 : 347).

D. Refleksi Pemerintahan Kertanegara
Mencari figur seorang pemimpin seperti Kertanegara tidaklah mudah, tidak semudah membeli “kacang garing”. Pada hakekatnya pemimpin yang bijaksana harus mengutamakan kepentingan jagat atau negara di atas kepentingan pribadi. Terkait hal tersebut, Edi Sedyawati, dkk (1997:7), menyebutkan ‘Astabrata’ dalam Kakawin Ramayana menjelaskan pada saat Wibhisana hendak dijadikan Raja Alengka, Ia sangat sedih memikirkan nasib malang kakaknya (Rahwana), maka Rama mengatakan kepadanya, bahwa Rahwana tidak perlu ditangisi lagi, karena Ia meninggal sebagai pahlawan. Rama menyebutkan bagaimana seorang pemimpin semestinya bersikap dan bertindak. Dalam kaitan itulah disebutkan ‘Astabrata’ yang dijelaskan sebagai delapan “perbuatan baik” yang tentu didasari pengalaman bahwa istilah “brata” mempunyai arti “perbuatan”. Maka ungkapan ‘Astabrata’ bisa diartikan sebagai “delapan sifat baik” sebagai berikut:
1. Dewa Indra, bratanya ialah sifat dan watak Angkasa (langit): Langit mempunyai keleluasaan yang tidak terbatas, sehingga mampu menampung apa saja yang datang padanya. Seorang pemimpin hendaknya mempunyai keleluasaan batin dan kemampuan mengendalikan diri yang kuat, hingga dengan sabar mampu menampung pendapat rakyatnya yang bermacam-macam.
2. Dewa Surya, bratanya ialah sifat dan watak Matahari. Matahari merupakan sumber segala kehidupan yang membuat semua makhluk tumbuh dan berkembang. Seorang pemimpin mampu mendorong dan menumbuhkan daya hidup rakyatnya untuk membangun negara dengan memberikan bekal lahir dan batin untuk dapat berkarya.
3. Dewa Anila / Bayu (Dewa Angin), bratanya ialah sifat dan watak Maruta (angin). Angin selalu berada di segala tempat tanpa membedakan dataran tinggi atau rendah, daerah kota maupun pedesaan. Seorang pemimpin hendaklah selalu dekat dengan rakyat, tanpa membedakan derajat dan martabatnya, hingga secara langsung mengetahui keadaan dan keinginan rakyatnya.
4. Dewa Kuwera, bratanya ialah sifat dan watak Bintang (kartika). Bintang senantiasa mempunyai tempat yang tetap di langit, hingga dapat menjadi pedoman arah (kompas). Seorang pemimpin hendaknya menjadi teladan rakyat kebanyakan, serta tidak mudah terpengaruh oleh pihak yang akan meyesatkan.
5. Dewa Baruna, bratanya ialah sifat dan watak Samudra (laut/air). Laut betapapun luasnya, senantiasa mempunyai permukaan yang rata dan sejuk, menyegarkan. Seorang pemimpin hendaknya menempatkan semua rakyatnya pada derajat dan martabat yang sama di hatinya. Dengan demikian Ia dapat berlaku adil, bijaksana, dan penuh kasih sayang terhadap rakyatnya.
6. Dewa Agni / Brama, bratanya ialah sifat dan watak Dahana atau Api. Api mempunyai kemampuan untuk membakar habis dan menghancurkan segala sesuatu yang bersentuhan dengannya. Seorang pemimpin hendaknya berwibawa dan berani menegakkan hukum dan kebenaran secara tegas dan tuntas tanpa pandang bulu.
7. Dewa Yama, bratanya ialah sifat dan watak Bumi (tanah). Bumi mempunyai sifat murah hati selalu meberi hasil siapapun yang mengolah dan memeliharanya dengan tekun. Seorang pemimpin seharusnya berwatak murah hati, suka memberi dan beramal, senantiasa berusaha untuk tidak mengecewakan kepercayaan rakyatnya.
8. Dewa Candra, bratanya ialah sifat dan watak Candra (Bulan). Keberadaan bulan senantiasa menerangi kegelapan, memberi dorongan dan mampu membangkitkan semangat rakyat, ketika rakyat sedang menderita kesulitan.
Berkiblat dari kepemimpinan Kertanegara, banyak sekali sikap-sikap positif yang dapat diambil untuk terjun ke dalam kancah politik pemerintahan. Kertanegara terkenal sebagai raja yang berwibawa di kerajaan Singhasari, bahkan dalam panggung sejarah dunia. Kharismatik Kertanegara dapat dilihat atas penolakannya untuk tunduk kepada kaisar Kubhlai Khan. Pandangan politik luar negeri Kertanegara dalam wawasan cakramandala berbenturan dengan pandangan politik Kubhlai Khan. Di satu pihak Kubhlai Khan berkeinginan untuk menguasai dunia (daratan Asia). Sementara itu, Kertanegara juga mempunyai ambisi untuk menakhlukan raja-raja Jawa.
Setelah Kubhlai Khan menguasai hampir seluruh daratan Asia, Ia melihat Jawa berada dalam kekuasaan Kertanegara. Oleh karena itu, Kubhlai Khan mengutus Meng Ki ke Singhasari dan menyuruh Kertanegara mengakui kekuasaan Kubhlai Khan. Namun, hal itu tidak digubris oleh Kertanegara, bahkan Meng Ki dilukai wajahnya sebagai balasan atas perintah kaisar Kubhlai Khan tersebut. Melihat hal itu, Kubhlai Khan marah besar dan mempersiapkan 20.000 tentara tar-tar di bawah pimpinan Shi Pi, Ike Mese dan Kau Hsing lengkap dengan membawa segala perlengkapan perang dan bahan makanan untuk menggempur kerajaan Singhasari. Sementara itu, Kertanegara sudah mengetahui resiko atas perbuatannya kepada Meng Ki. Oleh karena itu, Kertanegara mempersiapkan diri dan melatih para prajurit untuk menghalau kemungkinan terjadinya serangan Kubhlai Khan. Setelah lama menunggu kedatangan serangan tentara tar-tar, Kertanegara tidak sabar lagi, Ia memerintahkan semua prajuritnya untuk menyerang ke Tiongkok. Hal ini dimanfaatkan oleh Jayakatwang raja Kediri untuk membebaskan diri dari kekangan Singhasari, karena beberapa pejabat penting kerajaan Singhasari telah ditugaskan menyerang ke Tiongkok, mengakibatkan lemahnya kekuatan di Istana kerajaan, sehingga dengan mudah Jayakatwang menguasai Singhasari dan Kertanegara tewas di tangan Jayakatwang. Namun, salah satu menantunya bernama Raden Wijaya berhasil menyelamatkan diri dan mendirikan kerajaan Majapahit. Kedatangan tentara tar-tar untuk menggempur Singhasari sudah terlambat, situasi keadaan sudah berubah, Singhasari sudah dikuasai oleh Kediri. Namun, tentara tar-tar ini dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk menggempur Kediri terkait ambisinya untuk menguasai kembali tanah Jawa.
Dari uaraian di atas, maka sikap tegas dalam kepemimpinan Kertanegara perlu dilastarikan untuk masa kini dan yang akan datang. Penolakan Kertanegara atas permintaan kaisar Kubhlai Khan untuk mengakui kekuasannya, sudah sepantasnya diberi acungan jempol. Betapa gagah dan beraninya seorang pemimpin seperti Kertanegara menolak permintaan Kaisar Agung yang memiliki puluhan ribu tentara dan wilayah kekuasaan yang luas dengan cara kasar yakni melukai wajah Meng Ki.

Maka sudah sepantasnya kita memberi acungan jempol kepada Kertanegara!!!. Salam Penulis…!!!.


Penulis mengundang para pecinta sejarah terutama sejarah klasik untuk beramai-ramai menulis artikel di website supaya dibaca oleh berbagai kalangan akademisi. Mari kita lestarikan sejarah bangsa Indonesia ini, karena di dalam sejarah banyak sekali pengalaman-pengalaman berharga yang dapat kita ambil untuk masa kini dan yang akan datang bung Karno mengatakan “JAS MERAH” (jangan sekali-kali melupakan sejarah) Merdeka….!!!